Selasa, 05 Agustus 2008

Kerusakan Hutan dan Pemanasaan Global
Tanggung Jawab Kita Bersama

Pendahuluan

Setiap 12 detik, menurut data Bank Dunia 2002, satu lapangan bola Hutan tropis Indonesia lenyap. Saban tahun rimba seluas 40 kali wilayah Jakarta hilang dari peta. Negara rugi 45 triliun pertahun. Indonesia juga menyandang gelar juara pertama “lomba” merusak hutan sedunia, dengan “melenyapkan” hutan tropisnya setiap tahun. Akibat buruknya bisa datang setiap saat. Banjir, longsor, susutnya air, kerusakan ekologi, lingkungan hidup, pancaroba cuaca, dan masih banyak lagi [1].
Kerusakan hutan di Indonesia secara langsung maupun tidak langsung mengakibatkan Pemanasan Global atau Global Warming yang berdampak/mengakibatkan terjadinya Perubahan Iklim. Harus diakui bahwa Indonesia memang sempat mengalami perusakan hutan yang cukup besar. Dari hasil pengamatan citra landsat tahun 2000 diketahui bahwa perusakan hutan periode1997-2000 mencapai 2,83 juta hektar pertahun untuk lima pulau besar, termasuk Maluku dan Papua. Hutan Indonesia yang selama ini dikenal sebagai paru-paru Dunia, kini telah berubah fungsi. Fungsi hutan Indonesia yang sangat baik untuk menyerap racun karbon dioksida atau gas beracun sekaligus juga menjadi pembersih udara di Bumi ini. Kini hanya tinggal kenangan Akibat perusakan hutan Indonesia oleh para pelaku perambah hutan atau pelaku illeggal loging maka fungsi hutan yang selama ini sebagai pengaman dan pembersih udara di bumi kini telah musnah. Hutan tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Hal inilah yang mengakibatkan Pemanasan Global atau Global Warming yang berdampak terhadap Perubahan Iklim semakin cepat terjadi.
Meski bila di cermati, penyebab utama Pemanasan Global atau Global Warming tersebut ada 4. Satu, dari kelistrikan yang menyumbang 42 persen, dua transfortasi 24 persen, industri sekitar 20 persen, dan sisanya kependudukan serta penggunaan barang-barang komersial 14 persen. Hutan yang rusak sekalipun bukan penyebab utama emisi karbon atau yang dikenal dengan gas karbon dioksida. Namun perlu disadari bahwa fungsi hutan adalah menyerap emisi karbon. Jadi, dengan rusaknya hutan maka berdampak kepada pemanasan global atau perubahan iklim.
Pemanasaan Global atau Global Warming yang terjadi di Bumi kita ini adalah “Sumbangan” dari Negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat yang telah menyumbang gas emisi karbon sebanyak 24 persen, China 14 persen, Rusia 6 persen, sisanya industri raksasa Jepang serta India menyumbang 5 persen.
Meskipun tiga perempat (75%) dari emisi karbon disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil, perusakan hutan yang disebabkan oleh penebangan liar, kebakaran hutan dan perubahan fungsi lahan hutan tetap dianggap memperparah terjadinya emisi karbon yang menyebabkan Pemanasan Global atau Global Warming yang pada akhirnya mengakibatkan Perubahan Iklim. Akibat dari Pemanasan Global atau Global Warming tersebut adalah terjadinya pencairan es di kutub yang menciutkan cairan es artik 2,7 persen per dekade. Meningkatnya tinggi muka air laut 0.5 mili meter pertahun, kenaikan suhu rata-rata dunia 0,13 derajat celcius dan badai yang sering kita rasakan [2].
Kerusakan hutan yang berakibat Pemanasan Global ini juga bisa menyebabkan lapisan ozon berlubang dan ternyata mengakibatkan munculnya berbagai macam penyakit. Seperti malaria, demam berdarah, penurunan imunnitas tubuh hingga kemasalah lingkungan hidup. Pemanasaan global atau perubahan iklim juga mengakibatkan naiknya permukaan air laut, kekeringan dan juga kebanjiran. Bencana-bencana tersebut dapat kita saksikan di televisi. Berbagai daerah pantai Indonesia diterjang banjir dan air pasang laut yang cukup tinggi berkisar 2-3 meter diantaranya di teluk Jakarta (daerah Jakarta Utara) dan Tangerang. Yang tak kalah mengerikan adalah Pemanasan Global ini bila tidak segera di antisipasi maka bisa juga menenggelamkan pulau-pulau kecil di Indonesia [3]. Suka atau tidak suka, bencana-bencana itu akan melanda Bumi kita ini silih berganti, dia pasti akan datang. Maka tidak terhitunglah jumlah yang akan menjadi korbannya, baik itu manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, air, udara, tanah, lingkungan hidup, bahkan alam ini yang tak dapat di gantikan lagi.
Bumi kita sedang diancam kehancuran? Sangat di butuhkan sebenarnya sebuah gerakan kepedulian bersama demi penyelamatan Bumi kita yang memang hanya satu-satunya ini. Pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat harus bersama-sama menyatukan kekuatan. Dan hal ini tidak bisa ditunda-tunda lagi karena sudah merupakan sebuah ancaman bagi kelangsungan hidup manusia. Akar masalah ini semua adalah dari sifat keserakahan manusia itu sendiri, yang selalu mau menguasai atau mendominasi alam ciptaan Tuhan. Manusia yang sebenarnya memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menjaga, melestarikan dan memelihara Bumi ini tapi sebaliknya menghancurkannya demi kepentingan pribadi atau kelompoknya saja. Sifat kekerasan manusia terhadap ciptaan yang lain juga menyebabkan Pemanasan Global atau Global Warming ini. Maka dari itu sebenarnya manusialah satu-satunya makhluf yang paling bertanggung jawab atas bencana Pemanasan Global atau Global Warming yang berdampak terhadap Perubahan Iklim di Bumi kita ini.

Kekerasan dan Eksploitasi terhadap Hutan
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kekerasan diartikan perbuatan seseorang dan kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan manusia bukanlah insting (naluri) melainkan tindakan yang disengaja. Kekerasan tidak hanya melibatkan tindakan individual, namun dapat pula tertanam dalam struktur, politik dan ekonomi, yang secara sistematik mensubordinasi orang terhadap yang lain. Dalam Perjanjian Baru, Pemerintah dan Penguasa yang memerintah dunia ini tampak sebagai sumber kekerasan, dan mereka memang kehadiran kejahatan. Penguasa dan Pemerintah, sebagaimana adanya, merupakan personalitas lembaga-lembaga tersebut. Penguasa-penguasa ini diperkuat dan di topang oleh keputusan-keputusan Individual, namun mereka tampaknya melampaui kekuasaan individu-individu. Ketika mereka di rusak oleh pola-pola berdosa, mereka menjadi penguasa demonis dan memperbudak seluruh masyarakat dalam pola-pola berpikir dan bertindak yang destruktif [4].
Kekerasan mungkin juga dapat di defenisikan sebagai usaha individu atau kelompok untuk memaksakan kehendaknya terhadap orang lain melalui cara-cara non verbal, verbal atau fisik yang menimbulkan luka psikologis dan fisik. Kekerasan secara langsung diperkuat oleh kekerasan budaya dan struktural. Kekerasan-kekerasan yang terjadi terhadap hutan ataupun yang lainnya dilakukan oleh manusia itu demi keuntungan pribadi atau kenikmatan sendiri tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi setelah melakukan kekerasan atau eksploitasi terhadap hutan tersebut. Sehingga Bumi ini menuju kehancuran. Pemanfaatan atau pendayagunaan hutan demi keuntungan sendiri atau kelompoknya adalah sebuah tindakan yang sangat tidak di benarkan. Faktor kekuasaan atau individu sangat berpengaruh terhadap kehancuran hutan ini. Sistem dominasi legal rasional yang bertumpu pada kekuatan hukum formal dan impersonal. Dominasi terkait fungsi bukan person.
Kekuasaan dalam organisasi di justifikasi lewat kompetensi rasionalitas pilihan. Hal ini paling sering di gunakan oleh para cukong-cukong atau mafia perambah hutan untuk melegitimasi setiap kegiatan mereka untuk mengeksploitasi hutan mengatasnamakan penguasa atau power. Agar dalam setiap kegiatan mereka dalam melakukan perambahan hutan seolah-olah memiliki ijin alias legal namun pada kenyataan selalu ada KKN.
Penyalahgunaan kekuasaan inilah yang banyak terjadi sehingga ideologi yang mereka pakai adalah dominasi kekuasaan atau power dari individu yang berkuasa dalam sebuah pemerintahan (sering kita kenal dengan istilah beking). Sistem ideologi yang mereka anut adalah ideologi yang di cermati dari banyak konsep dan pengertian yang mereka anut dengan maksud tujuan masing-masing dalam pengertian ideologi yang deskriptif atau pejoratif. Ideologi yang menjadi sebuah sistem penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok sosial serta merasionalisasikan suatu bentuk kekuasaan. Dengan demikian, ideologi memiliki fungsi mempolakan, mengkonsolidasikan dan menciptakan arti dalam tindakan di dalam masyarakat [5].
Salah satu contoh yang menggunakan dominasi kekuasaan atau power dalam sebuah pemerintahan, sebut saja kasus perambahan hutan atau perusakan hutan lindung yang terjadi di provinsi Riau. Polda Riau dengan tegas menyapu bersih semua para pelaku perambahan hutan atau pelaku ileggal logging yang ada di provinsi Riau, diantara pelaku perambah hutan itu tertangkaplah dua pelaku perambah Hutan Riau yang sudah puluhan tahun menghancurkan hutan di propinsi ini. Dua perusahaan raksasa bubur kertas (Pulp Paper), yaitu PT Indah Kiat dan PT RAPP [6]. Penangkapan kedua perusahaan raksasa ini adalah perintah dari Kapolri Sutanto kepada Kapolda Riau Brigjen Sutjiptadi yang benar-benar menindak para pelaku Illeggal Logging atau Perambah Hutan dengan tidak melihat siapa pemilik atau pun Beking Perusahaan tersebut.
Ini berlaku bukan hanya bagi polda Riau tapi menyeluruh. Karena ini adalah kebijakan kapolri selaku pemimpin aparat kepolisian yang tertinggi. Demi menegakkan supremasi hukum dan keadilan di negeri ini. Sehingga secara serentak Polda-polda yang ada di seluruh Indonesia dengan tegas pula menangkap siapapun dalang dari Perambah-perambah hutan tersebut. Salah satu diantaranya polda Riau yang berhasil menangkap Perusahan-perusahaan Raksasa yang telah jelas-jelas melakukan Perusakan Hutan di Riau, dengan memanfaatkan ijin yang ada, lalu di salah gunakan oleh perusahaan tersebut untuk merambah hutan Riau. Namun apa yang terjadi? Ketika Polri bermaksud menegakkan hukum dan menangkap para pelaku perambah hutan, ternyata tidak sejalan dengan Departemen Kehutanan.
Departemen ini menganggap Polda Riau kebablasan menangkap perusahaan-perusahaan yang memiliki ijin, padahal jelas-jelas perusahan tersebut telah menyalahgunakan ijinnya (misalnya PT atau perusahan itu memiliki ijin HPH hutan seluas 10000 hektar tapi hutan yang di tebang seluas 20000 hektar) sehingga Polda Riau berani menangkap mereka. Polda Riau sebenarnya telah memiliki bukti dan alasan yang cukup kuat untuk menangkap perusahaan-perusahaan nakal tersebut. Namun sekali lagi Polda Riau tetap berbeda pendapat dengan Departemen Kehutanan. Sepertinya departemen ini membela perusahan yang telah jelas-jelas menghancurkan hutan di Riau. Apakah kasus ini jadi diusut? Ternyata tidak, Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban melapor ke Presiden agar kasus itu di hentikan, karena bila hal itu tidak di hentikan maka dua perusahaan raksasa bubur kertas akan berhenti dan ratusan ribu karyawan-ti akan menganggur, serta negara dirugikan Triliunan rupiah karena kedua Perusahan itu telah menyumbang Devisa Negara dan membayar pajak yang cukup tinggi. Dengan alasan yang kelihatan masuk akal maka penyidikan kasus Perambahan Hutan di Riau pun di hentikan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk tim khusus pemberantasan Ileggal Logging yang di Ketuai Menkopolhukam Widodo AS, Praktis polisi berhenti menangkap para dalang Penghancur Hutan Riau karena Presiden membentuk tim yang baru [7].
Kembali, hal ini disebabkan oleh faktor Penguasa dan Kepentingan Pribadi dan Kelompok yang pada akhirnya sangat merugikan Negara. Hanya karena pemilik kedua perusahan itu memiliki kedekatan terhadap pemerintah yang berkuasa saat ini sehingga kejahatan yang mereka lakukan pun seolah-olah dapat di tutupi. Padahal kerusakan hutan yang diakibatkan oleh kedua perusaahan raksasa ini telah menghancurkan 3 juta hektar dari 5 juta hektar hutan yang ada di Riau. Sebenarnya negara sangat di rugikan dari perbuatan penjarahan atau perusakan hutan ini. Coba kita bayangkan saja berapa species binatang yang punah, keanekaragaman hayati yang musnah, akibatnya Riau semakin panas, sering terjadi banjir, longsor, dan kerusakan ekosistem alam yang tidak bisa di nilai dengan uang. Kerusakan hutan Riau yang sangat luar biasa ini juga salah satu penyumbang semakin cepatnya terjadi pemanasan global atau perubahan iklim di Bumi.
Namun sekali lagi inilah politik dominasi kekuasaan kelompok atau power individu. Meskipun rakyat dan negara sangat banyak yang menjadi korban tapi bila para perambah hutan itu dekat dengan penguasa maka apapun yang dia lakukan tidak tersentuh oleh hukum, mereka bebas melenggang kangkung kesana kemari tanpa pernah takut di tangkap oleh aparat penegak hukum karena penguasa atau pemerintah tertinggi di negeri ini melakukan sebuah ijin pembiaran terhadap mereka. Walaupun perusahan-perushaan itu telah melakukan penyalahgunaan ijin penguasaan hutan. Tapi inilah yang terjadi hutan kita di Riau semakin hancur.
Tidak tertutup kemungkinan, mungkin juga kasus-kasus perambahan hutan di Riau memiliki kesamaan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Coba kita bayangkan berapa juta hektar hutan Indonesia yang telah luluh lantak oleh para pelaku perambah hutan itu. Kembali kepada masyarakatlah yang menilai bagaimana kepemimpinan pemerintahan ini yang telah jelas-jelas membiarkan penghancuran hutan. Padahal akibatnya sangat berbahaya yaitu terjadinya pemanasan global atau perubahan iklim. Bila perusakan hutan ini terus terjadi maka bersiaplah menghadapi bencana-bencana yang akan datang silih berganti melanda negeri kita Indonesia. Bila para cukong-cukong perambah hutan itu masih seenaknya saja menghabisi hutan di bumi Indonesia ini.

3.Kerusakan Hutan di Indonesia
Luas hutan di Indonesia di laporkan terus menurun. Di tahun 1966 tercatat luas hutan Indonesia berjumlah 144 juta hektar, tetapi di tahun 1990 angka ini menurun menjadi 119,7 juta hektar[8]. Kerusakan hutan di Indonesia semakin parah dan terus berlanjut, secara Nasional menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menyebut angka kerusakan hutan dan lahan di Indonesia 59,2 juta hektar (2006) laju kerusakan 1,19 juta hektar pertahun. Beliau juga mengutip data departemen kehutanan, Rachmat menyatakan tahun 2002-2003 luas lahan berhutan di Indonesia masih 92,9 juta hektar tapi tahun 2005 tinggal 70, 8 juta hektar [9]. Angka-angka tersebut patut membuat orang Indonesia merenungkan secara lebih mendalam akibat-akibat penghancuran hutan yang cukup cepat di tanah air kita.
Kerusakan hutan yang besar-besaran itu akan ikut mempengaruhi Pemanasan Global atau Global Warming dan juga menghancurkan kekayaan keanekaragaman hayati yang selama ini menjadi kebanggaan kita bangsa Indonesia. Kini telah musnah. Sekali hutan kita telah hancur maka tidak akan mungkin kembali tumbuh seperti semula.

4.Kerusakan Hutan di Dunia
Menurut Peta Lingkungan yang di terbitkan tahun 1990, tersisa kurang lebih 50% hutan tropis yang asli, yakni 750-800 juta hektar dari keseluruhan hutan tropis yang di perkirakan 1,5 milyar-1,6 milyar hektar. Namun saat ini persentase hutan yang tinggal sudah pasti lebih kecil dari data ini.Sehingga dapat dimengerti akibat dari kehancuran hutan ini adalah terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim yang merupakan bencana yang sangat dasyat di abad ini. Kerusakan hutan di muka bumi ini adalah tanggung jawab kita bersama, karena yang menghancurkan hutan juga adalah manusia, bukan binatang atau yang lain.

5. Fungsi-Fungsi Hutan bagi Kehidupan
Fugsi hutan Indonesia ada tiga jenis antara lain hutan konservasi, hutan produksi dan tanaman kehutanan atau kebun kayu. Hutan konservasi meliputi hutan lindung dan hutan suaka alam. Hutan produksi meliputi hutan yang saat ini sebagian arealnya dikelola dengan sistem HPH. Kebun kayu meliputi tanaman jati, tanaman pinus dan hutan tanaman industri (HTI) yang akan dibangun di berbagai tempat. Ketiganya sangat berbeda, baik sosok tegakannya, fungsi utamanya, dan metode pengelolaaannya.
Hutan konservasi tegakannya berlapis, fungsi utama ekologi ialah tidak boleh disentuh pembalakan atau perambahan. Kebun kayu tegakannya bersosok kebun dan fungsi utama untuk perekonomian. Kalau hutan konservasi berfungsi ekologi dan kebun kayu berfungsi ekonomi, hutan (alam) produksi berfungsi keduanya, ekologi dan ekonomi. Kedua fungsi ini tidak terpisah, ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan sekalipun dapat dengan mudah di bedakan. Meskipun berbeda, ketiganya tidak boleh disamakan. Kita salah kalau mengatakan melestarikan hutan, padahal membangun kebun kayu acacia mangium atau sengon. Tanaman acacia mangium itu sama saja dengan kebun karet atau kebun kelapa, sama-sama menghasilkan kayu tapi tidak sama dengan hutan. Di Sabah, kebun kayu di sebut “ladang kayu”, di Afrika dan di banyak tempat kebun kayu di sebut “plantation” atau “timber estate”. Hutan dan kebun kayu itu jauh sekali bedanya. Kita belum mengetahui fungsi hutan sebenarnya, dan mungkin kita tidak akan pernah tahu. Kita bisa melihat bagaimana negara yang mengubah hutannya menjadi padang rumput, lahan pertanian atau kebun kayu. Disana populasi burung melonjak.
Burung yang banyak itu melahap kawat listrik, mengganggu lapangan terbang dan memusnahkan berbagai jenis serangga.
Nah, bila serangga habis, manusia bisa musnah di makan penyakit. Sebab yang melawan bibit penyakit itu, termasuk serangga. Fungsi hutan yang utama adalah tempat tinggal ratusan juta jenis mahkluf hidup Tuhan. Di dalam hutan, mahkluf hidup yang jutaan itu hidup saling tergantung satu sama lain sehingga jumlah mereka tetap seimbang, tidak ada yang muncul menjadi pembunuh massal makhluf lain bila luas hutan menciut, keseimbangan itu akan terganggu dan makhluf pembunuh massal itu bisa saja muncul. Untuk menghindari hal itu luas hutan tidak boleh menciut banyak[10].
Melihat fungsi hutan yang sangat luar biasa maka seharusnya manusia wajib bertanggung jawab untuk menjaga dan melestarikannya, karena fungsi hutan sangat baik bagi kehidupan makhluf hidup di muka bumi ini dan bukan malah merusaknya.

6. Kerusakan Hutan mengakibatkan terjadinya Pemanasan Global
Yang dimaksud dengan Pemanasan Global ialah naiknya suhu permukaan bumi karena naiknya intensitas efek rumah kaca (ERK). ERK sendiri sangatlah berguna, karena tanpa adanya ERK rata-rata suhu permukaan bumi adalah -18 derajat celcius. Dengan adanya ERK suhu rata-rata permukaan bumi ialah 15 derajat celcius. ERK terjadi karena sinar infra merah yang di pancarkan kembali oleh bumi terserap oleh gas tertentu yang di sebut gas rumah kaca (GRK). GRK terpenting ialah CO2, CFC, metan, ozon dan N2O, masing-masing kurang dari 10% dengan demikian pada waktu ini GRK terpenting ialah CO2 disusul CFC.
Pemantauan atmosfir bumi menunjukkan kadar GRK menunjukkan gejala meningkat. Karena itu orang sangat khawatir, intensitas ERK akan naik sehingga suhu permukaan bumi juga akan naik. Berdasarakan atas hasil pemantauan itu orang memproyeksikan suhu akan naik 3 derajat celciaus. Pada kira-kira tahun 2030. Karena pengetahuan para pakar tentang ERK masih jauh dari sempurna, maka perkiraan tentang kenaikan suhu masih berbeda, bahkan ada yang memperkirakan akan terjadi pendinginan karena adanya umpan balik negatif, antara lain dari uap air. Namun demikian, meskipun masih banyak ketidak pastian, karena Pemanasan Global akan mempunyai dampak yang besar terhadap kesejahteraan manusia pada umumnya, seyogianyalah kita berusaha untuk mengurangi terjadinya Pemanasan Global.
Salah satu penyebab kenaikan CO2 yang merupakan GRK terpenting ialah penebangan hutan dan pembakaran biomassanya serta konversi hutan menjadi tataguna lahan nir-hutan. Dengan ini karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas kedalam atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara melalui fotosintesis hutan berkurang. Kemampuan penyerapan CO2 dan penyimapanan karbon disebut endapan (sink) karbon. Selain hutan, laut merupakan pula endapan karbon yang besar. Setelah hutan di tebang, sinar matahari dapat langsung mengenai permukaan-permukaan tanah [11]. Dengan kenaikan suhu itu dekomposisi bahan organik di atas tanah dan dan di dalam tanah di percepat, sehingga terlepaslah karbon yang tersimpan dalam bahan organik itu. Tindakan penebangan hutan di daerah tropik akhir-akhir ini banyak terjadi, sehingga timbullah tuduhan bahwa kehancuran hutan tropik ini merupakan penyebab utama terjadinya Pemanasan Global. Meskipun akibat terjadinya Pemanasan Global atau Global Warming ini bukan saja dari akibat penghancuran hutan. Banyak faktor-faktor yang lain. Akan tetapi sudah pasti Kehancuran Hutan adalah salah satu faktor yang mempercepat terjadinya Pemanasan Global atau Global Warming yang berdampak terhadap Perubahan Iklim di Bumi kita ini.

7Ekologi dan Pemahaman Alkitabiah
Dalam kejadian 1, manusia di ciptakan terakhir. Hal ini mencerminkan penyembahan karena dalam prosesi liturgi figur yang paling penting datang belakangan. Baru kita kemudian belajar bahwa manusia adalah laki-laki dan perempuan. Sebaliknya, dalam kejadian 2, laki-laki diciptakan terlebih dahulu untuk mengusahakan tanah, diikuti oleh perempuan. Dalam kejadian 2, penamaan binatang-binatang oleh manusia mengungkapkan pembentukan aturan /hukum.
Kejadian 1-2 dan keluaran 14. Kesejajaran antara keluaran 14 dan kejadian 1-2 mencakup firman dan tindakan Allah sehingga tanah kering kelihatan melalui pemisahan dengan air. Pembebasan menjadi tindakan kemahakuasaan Allah Pencipta. Penciptaan menjadi tindakan Allah Pembebas yang menghendaki kebebasan bukan hanya bagi Israel, melainkan bagi seluruh umat manusia.
Bangsa Israel ditemukan oleh Allah yang telah membebaskan mereka dari perhambaan di Mesir. Allah telah bertindak dalam sejarah atas nama mareka. Dalam konteks pembuangan mereka mengingat tindakan Allah. Allah tidak hanya bertindak dalam sejarah, tetapi menciptakan sejarah.
Hubungan antara manusia dan ciptaan berasal dari berkat Allah dan perintah dalam kejadian 1:28 untuk “menaklukkan” bumi dan “berkuasa” atas semua mahluk hidup. Ayat itu sangat bermakna karena segera mengikuti pernyataan Allah tentang tempat khusus manusia, laki-laki dan perempuan, yang diciptakan sebagai gambar Allah. Banyak sarjana berusaha mencari hubungan langsung kedua ayat ini sehingga kesegambaran dengan Allah ditafsirkan sebagai tugas menguasai ciptaan. Perintah untuk memerintah/menguasai sejajar dengan raja sebagai gembala yang kekuasaannya adalah untuk kepentingan/keuntungan gembalaannya. Perintah untuk “menaklukkan” seolah-olah mengisyaratkan kekuasaan yang sangat kuat atas bumi untuk tujuan manusia. Akan tetapi, analisis eksegetis menunjukkan bahwa kata itu hanya menunjukkan pengusahaan bumi, bukan dorongan untuk memperlakukan binatang-binatang dengan kasar. Dalam sejarah penafsiran Kristen tentang teks tersebut, kata-kata itu pernah diartikan sebagai surat izin untuk mengeksploitasi bumi bagi keuntungan manusia. Penafsiran seperti itu tampaknya didorong oleh keberhasilan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi dan kekuasaan manusia.
Penafsiran tradisional yang mempertahankan superioritas manusia atas binatang-binatang menggambarkan gagasan tentang hubungan yang unik antara manusia dan Allah. Keunikan hubungan itu didasarkan atas penamaan Alkitab bahwa hanya manusia yang diciptakan sebagai gambar Allah sebagaimana dijelaskan dalam kejadian 1:27. Keunikan hubungan Allah dengan manusia ini telah menimbulkan pemahaman tentang penatalayanan. 6
Manusia diciptakan sebagai gambar Allah karena perannya selaku penatalayan atau pelaksana atas ciptaan. Pertanyaan yang muncul dalam pikiran kita ialah apakah gagasan tentang penatalayanan ini cukup menandingi naluri manusia yang suka mengeksploitasi? Beberapa teolog modern percaya bahwa penatalayanan sendiri akan memberikan terlalu banyak prioritas pada kepentingan manusia karena gagasan penatalayanan menandakan sumber-sumber. Kalau kita memandang pengelolaan alam sebagai tempat untuk ditata sangat gampang mengeksploitasinya daripada kalau kita memandang bumi dan semua yang ada didalamnya memiliki nilai didalam diri mereka sendiri.
Sejarah kebudayaan menunjukkan bahwa pendekatan yang melulu manusiawi atau antroposentrik menjadi gagasan yang hanya terdapat dalam cerita penciptaan Yahudi/Kristen. Ada unsur antroposentris yang sangat kuat dalam gagasan-gagasan filosofis Yunani, khususnya dalam filsafat Stoa. Pemikiran Kristen muncul dari perkawinan pemikiran Yunani dan Ibrani yang kemungkinan menyumbangkan sikap ambivalen kekristenan terhadap lingkungan alam. Hal ini memperlemah pendapat yang mendiskreditkan kekristenan sebagai sumber tidak langsung penyebab krisis ekologis karena sikap antroposentrik adalah bagian dari kebudayaan yang sangat luas. Barang kali benar bahwa ada penafsiran yang keliru yang mendorong dilalaikannya penghargaan kepada seluruh ciptaan. Sehingga yang seharusnya ciptaan itu di “kuasai” dalam arti di “jaga dan di lestarikan” namun pada kenyataan dieksploitasi oleh manusia. Demi keuntungan dari si manusia sendiri.
Kemajuan zaman di era “sekularisasi” atau “sekularisme” ini salah satu penyebab terjadinya krisis ekologis. Dampak dari kemajuan teknologi dan meningkatnya kebutuhan material manusia juga salah satu faktor pendorong untuk mengeksploitasi alam dan isinya. Manusia seringkali tidak memikirkan dampaknya ketika melakukan eksploitasi terhadap ciptaan. Dengan demikian, diperlukan pendekatan yang lebih positif yang menyoroti perbedaan-perbedaan itu dalam pemikiran Kristen ialah yang memberi nilai pada semua ciptaan. Selanjutnya, dorongan pemberian nilai tersebut akan mengarahkan kita pada penghargaan yang besar terhadap seluruh ciptaan, termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan di dalamnya.
Hal ini kan menolong menjawab kecenderungan memperlakukan alam sebagai sumber-sumber material yang semata-mata diperuntukkan bagi kemajuan manusia. Salah satu contoh lembaran tradisional dalam pemikiran Kristen yang dapat ditemukan kembali adalah gagasan tentang rahmat Allah untuk mencintai dan memelihara seluruh ciptaan. [12]. Jadi, tidak semata-mata untuk di eksploitasi namun untuk menjaga dan melestarikan keutuhan ciptaan yang selaras dan serasi demi sebuah kelangsungan hidup manusia itu sendiri di bumi ini.

8. Perbaikan Kerusakan Hutan dan Ekologi secara Global
Salah satu hal yang menarik dari kesadaran ekologis mencakup kepekaan yang lebih besar terhadap keadilan dalam masyarakat manusia dan cara penerapannya pada ekologi manusia dan ekologi nir-manusia sebagai wilayah yang khusus. Banyak penekanan-penekanan terhadap lingkungan berdampak global. Alasan historis atas penekanan ini dikaitkan dengan perluasan Eropa walaupun konteks modern dirumitkan oleh ketidak stabilan militer dan politik di Dunia ketiga dan di Eropa Timur. Walaupun demikian, pembedaan-pembedaan ini tidak menolong karena keanekaragaman gaya hidup baik di negara-negara utara yang makmur dan negara-negara yang lebih miskin di selatan.
Langkah praktis kearah resolusi isu ini menuntut pengorbanan sungguh-sungguh atas nama negara-negara dan masyarakat yang lebih kaya. Gagasan pembangunan digunakan dengan menyangkutpautkan impor tegnologi dan kebudayaan barat. Sekarang ini pemberi bantuan berkeinginan untuk mengembalikan tanah dan kekuasaan kepada mereka yang disisihkan oleh pertanian komersial. Sementara istilah pembangunan berkelanjutan telah menjadi slogan dalam tahun-tahun terakhir ini, khususnya sejak Konferensi Rio, gagasan dasar pembangunan berkelanjutan terlalu samar-samar untuk menjabarkan prinsip-prinsip dasar ekologis.
Berkelanjutan sendiri hanyalah menetapkan bahwa sumber-sumber daya alam yang digunakan harus dalam batas-batas persediaanya guna mendukung generasi yang akan datang. Kalau demikian, secara teoritis, mendorong suatu perluasan buatan dalam satu wilayah dengan mengorbankan wilayah lainnya. Dengan kata lain, kita perlu menambahkan prinsip-prinsip keadilan global dan tanggung jawab ekologis terhadap pembangunan berkelanjutan. Salah satu contoh mengenai gagasan pembangunan berkelanjutan, yang berupa penghematan secara ekologis, adalah mengganti tanaman-tanaman mewah yang khusus di jual di pasar-pasar Eropa dengan tanaman yang menjadi makanan pokok, misalnya jagung, padi-padian, dan sebagainya.
Contoh lain yang dekat kelingkungan adalah gagasan tentang hutan-hutan masyarakat yang pertama kali diluncurkan oleh komisi kehutanan tahun 1989. Ada 12 rencana pembangunan di Inggris yang ditata untuk menciptakan hutan yang memiliki bermacam-macam tujuan didaerah pinggiran kota-kota besar di Inggris dan Walles. Peranan hutan masyarakat mencakup produksi kayu, untuk bersantai dan rekreasi. Gagasan ini terutama untuk mengubah tanah gundul menjadi “hidup kembali” di sini “hutan” berisikan suatu jaringan dari lahan pepohonan dalam suatu masyarakat yang berhubungan dengan lahan pertanian, tanah bersemak-semak, dan keistimewaan lainnya seperti padang rumput dan danau. Menurut rencana Depertemen Middlesbrought Borough Countil, Hutan Masyarakat Cleveland “dijadikan pusat pelestarian sebagai bagian dari masyarakat berkelanjutan”. Tekanannya adalah untuk meningkatkan hutan dalam wilayah tersebut dari 6-7% di tahun 1992 menjadi 30% di tahun 2030.
Hutan menyediakan regenerasi hutan lindung yang terkait dengan keuntungan, misalnya tersedianya lingkungan baru bagi binatang liar dan membantu meredam efek rumah kaca. Apakah secara ekologis hutan selalu merupakan cara pemanfaatan tanah yang lebih baik bila dibandingkan dengan “sabuk hijau” disekitar kota? Mereka yang akhir-akhir ini memiliki tanah kan menyetujui melakukan penganekaragaman dan menjadi perintis dalam perencanaan penanaman (pohon) kembali.
Prinsip alkitabiah mengenai keadilan bagi orang miskin dan tersisih adalah dasar untuk menyuarakan pembangunan lingkungan berkelanjutaan. Perjanjian Lama juga mengaitkan gagasan berkat Allah bagi rakyat dengan berkat atas tanah. Kalau kita memperlakukan tanah dengan memberi penghargaan melalui langkah praktis misalnya penataan skema tanah hutan yang dicocokkan dengan perputaran panen dan kesadaran akan besarnya resiko ekologis dalam penggunaan pestisida dan pupuk, kita dapat mengharapkan adanya berkat Allah dan pertumbuhan. Ada juga hubungan antara persoalan keadilan, perdamaian, dan lingkungan.
Tanggung jawab pembangunan berkelanjutan mencakup perspektif global mengenai akibat pengambilan-pengambilan keputusan politis yang khusus. Tantangan teknologi ialah menjadi lebih menyadari dampak ekologis atas penggunaannya. Bangsa-bangsa yang lebih kaya misalnya, ditutup kemungkinannya menggunakan industri peralatan canggih yang menghasilkan limbah beracun dan pencemaran. Biaya memperkenalkan lebih banyak teknologi untuk mengurangi pencemaran terlalu besar bagi negara-negara yang lebih miskin yang sedang bergumul untuk mengembangkan industrinya. Rasa keterasingan antara manusia dan penemuan-penemuan materialnya adalah bagian pengasingan yang lebih dalam antar manusia dan alam. Salah satu tugas ekologi dewasa ini adalah mengingatkan kita dengan bumi dan kebergantungan satu sama lain antara keberadaan material dengan kehidupan manusia. [13]
Pembangunan atau perbaikan hutan yang telah rusak sangat diperlukan saat ini. Baik di dunia international maupun di negara-negara masing-masing. Reboisasi lahan hutan yang telah gundul di Indonesia perlu dilakukan secara serentak. Melihat situasi yang sudah sangat mengkhawatirkan, pemerintah perlu melakukan sebuah gerakan Nasional peduli hutan. Hal ini tidak bisa di tunda-tunda lagi, sudah saatnya ada aktivitas yang mengurangi dampak Pemanasan Global. Dari sabang sampai merauke perlu penanaman hutan kembali, yang artinya memfungsikan ekosistem hutan. Untuk itu, harus ada cara untuk merangsang partisipasi masyarakat dengan jalan ada penghargaan yang sesuai bagi mereka yang berjasa melestarikan lingkungan hidup [14].
Dalam hal ini pemerintah RI tidak usah repot-repot terlalu mengharapkan bantuan dari negara asing seperti AS, Inggris, China, Rusia, Jepang atau Uni Eropa untuk menunggu “dana kompensasi” untuk membantu penyelamatan hutan Indonesia yang berfungsi menghisap “gas karbon” dari negara-negara maju tersebut [15]. Lakukan saja yang terbaik bagi bumi ini dengan tidak menunggu bangsa lain berbuat untuk menyelamatkan bumi. Negara kita bisa sebagai pelopor atau motivator untuk menggerakkan kampanye mengantisipasi pemanasan global atau perubahan iklim. Secara bersama kita bisa menyelamatkan iklim, secara bersama kita peduli hutan, secara bersama pula kita menghentikan bahan bakar fosil yang menghancurkan masa depan bumi kita. [16]
Mari kita lakukan yang terbaik bagi bumi kita yang memang hanya satu-satunya ini, pemerintah Australia saja rela memberikan uang sejumlah 10 juta Dolar AS sebagai dana hibah untuk kelestarian hutan Indonesia, demi mencegah penghancuran hutan Indonesia dan sebagai dana melatih polisi hutan Indonesia [17]. Meskipun dana itu terlihat kecil bila di banding kehancuran hutan Indonesia saat ini namun hal itu telah memicu pemerintah RI untuk lebih serius lagi dalam hal mereboisasi hutan di Indonesia. Hal ini terlihat dari Perhutani salah satu BUMN yang mau menghijaukan kembali 201.00 hektar hutan yang telah hancur di seluruh pulau Jawa sampai tahun 2010 [18]. Ini membuktikan keseriusan pemerintah RI dalam aksi “Sejuta Pohonnya” bukan hanya slogan saja. Karena itu adalah lebih bijaksana bagi seluruh umat manusia untuk berupaya mencegah ancaman kepunahan sedini mungkin.
Terutama kita di Indonesia yang memiliki hutan-hutan tropika yang mempunyai arti demikian penting dan langsung terhadap perkembangan iklim di kawasan Asia Tenggara perlu senantiasa, dan selalu siap dengan kebijaksanaan dan kebijakan yang tepat untuk melakukan pencegahan meningkatnya perusakan dan kehancuran hutan-hutan tropika kita. Di tingkat International, Indonesia juga perlu mengambil inisiatip lebih banyak dan memegang peran pemimpin yang kuat, dengan memberikan contoh konkrit, kita sendiri sanggup memelihara dan melestarikan hutan-hutan tropika kita. Hanya dengan berbuat demikian Indonesia akan dapat menduduki kedudukan moral yang kuat untuk mendesak agar negeri-negeri di dunia berbuat yang sama[19]

9.Tempat Manusia dalam Ciptaan
Apa hubungan antara Allah dengan ciptaan? Teologi tradisional menekankan gagasan Allah sebagai Tuhan penciptaan yang memerintah dunia hampir menyerupai seorang raja yang dermawan. Menurut pandangan ini, dunia di ciptakan dari ketiadaan melalui kegiatan perantaraan Illahi. Karena manusia diciptakan sebagai Gambar Allah, tugasnya menjadi tiruan Illahi. Kita tunduk kepada Raja alam raya dan memelihara bumi seperti layaknya penatalayanan ciptaan. Etika Kristen mengakarkan nilai seluruh ciptaan pada kasih Allah, sambil memperhatikan nilai khusus seluruh umat manusia yang di ciptakan sesuai Gambar Allah. Hal itu melawan ketidak adilan antar manusia dan memperkuat pengertian tentang realisme dalam pertanian dan teknologi praktis.
Jadi, etika kristen menuntut adanya pemahaman tanggung jawab untuk bertindak seiring sejalan dengan penerimaan mengenai tempat kita dalam ciptaan. Tugas manusia sebagai pemilik tanggung jawab untuk memelihara ciptaan lain seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan, dengan demikian maka pengekploitasian hutan selama ini di bumi dapat di kurangi atau di cegah agar pemanasan global atau perubahan iklim yang mengancam itu dapat diantisipasi[20].

10.Spritualitas Ekologis
Kehidupan jemaat mula-mula sama sekali tidak memiliki kesadaran tentang keberakarannya dalam tema-tema ciptaan. Perubahan pusat spiritual yang memperhatikan nilai ciptaan membantu perkembangan tindakan yang bertanggung jawab. Salah satu dasar spiritual Kristen yang penting terletak didalam penghargaan yang lebih dalam mengenai kehidupan Allah yang Tritunggal. Allah yang sepenuhnya menjelma didalam Kristus meneguhkan nilai materi dari ciptaan. Persekutuan yang dekat antara Bapa, Anak, dan Roh kudus menunjukkan bagaimana kita menjadi lebih dekat kepada Allah dengan saling berbagi melalui hubungan Tritunggal secara dinamis. Doa kita menjadi tercakup dalam doa abdi dari Allah.
Doa sebagai persekutuan dengan Allah terungkap melalui kehidupan liturgis gereja. Ketika kita mengingat nilai materi dari ciptaan, doa kita menjadi persekutuan dengan semua ciptaan yang hidup.

Doa menjadi kekuatan untuk terus bertahan ditengah konflik-konflik dan pertentangan-pertentangan dunia.
Doa berakar dalam kasih Allah dan ciptaan menjadi lebih nyata jika ia juga menjadi bagian dari iman gereja. Iman ini mempunyai dasar-dasarnya dalam kehidupan persekutuan-persekutuan Kristen pertama yang mencoba mengungkapkan iman mereka dengn ketaatan yang hidup kepada Roh Allah. Roh Kudus ini memberikan kepada mereka kekuatan untuk menentang mereka yang berada dalam struktur politis yang secara terbuka menghambat jalan orang Kristen. Kesediaan menantang ini adalah bagian dari arti meneruskan keberadaan Kristen yang asli. Untuk etika ekologis, hal ini berarti secara praktis, berdiri menentang tindakan politis yang mengabaikan isu-isu lingkungan. Sementara akibat-akibat praktis dari kesaksian serupa mungkin mengecewakan, seperti pada pertemuan Puncak Rio pada bulan juli 1992, masih ada nilai dalam gereja yang mempertahankan perannya selaku saksi terhadap prinsip-prinsip etika Kristen.
Kepekaan rohani secara ekologis juga termasuk wawasan-wawasan dari mereka yang disingkirkan dari pengambil keputusan, khususnya mereka yang telah dibiarkan tak berdaya karena alasan ras/atau gender. Saya berbicara disini tentang mereka yang termasuk masyarakat pinggiran. Mereka yang tidak berada dalam kedudukan yang berpengaruh secara khusus dalam gereja atau masyarakt masih dapat berupaya agar suara mereka didengar melalui saluran-saluran yang tepat. Akan tetapi, mereka yang termasuk kaum pinggiran dalam masyarakat demokratis atau mereka yang ditindas dalam masyarakat otokratis, “tidak memiliki suara” secara efektif. Dalam banyak kasus, perempuan diseluruh dunia telah mengalami diskriminasi dalam pengambilan keputusan. Kepekaan perempuan pada isu-isu hijau berarti bahwa spritualitas ekologis aktif dan berjalan baik dalam banyak kelompok perempuan.
Akan tetapi, tidak semua orang akan senang dengan bentuk khusus dari Spiritualitas Hijau yang menjadi tajam ketika dimunculkan dari pengalaman khusus perempuan. Beberapa tokoh feminis telah memasukkan semua mereka yang ditindas sebagai bagian dari kelompok yang ingin mereka suarakan.
Pendekatan menyeluruh yang bersungguh-sungguh berusaha kearah pencarian keterkaitan satu sama lain berupaya mempertemukan orang-orang didalam dialog yang bertolak dari titik berangkat dan pra anggapan berbeda. Penghargaan timbal balik antara orang-orang yang berbeda menyatakan keinginan untuk mendengarkan dan kesediaan untuk berharap bahwa pertentangan-pertentangan tersebut akan diakhiri.
Pengharapan untuk masa depan didorong oleh Spiritualitas Ekologis yang berakar dalam konsep Alkitabiah tentang syalom atau hubungan yang benar mengenai keadilan dan kedamaian. Realitas jaringan ekologis yang gampang pecah seharusnya mengingatkan kita bahwa syalom ini bukanlah sesuatu yang mungkin dicapai, melainkan suatu situasi ketika kita berada dalam persekutuan dengan Allah, dengan manusia lain, dan dengan alam. Harapan akan masa depan yang realistis sepenuhnya mengingatkan akan tanggungjawab manusia yang disadarkan oleh krisis ekologis. Pengharapan bahwa bagaimanapun juga Allah akan memperbaiki kerusakan-kerusakan apapun yang kita perbuat terhadap bumi mudah dicapai, sebab hal itu menolak mengakui kebebasan dan tanggungjawab manusia.
Sebagai wakil yang bebas, kita bebas untuk memutuskan apakah kita berbuat dengan cara yang selaras dengan bumi. Tekanan konsumerisme dan materialisme mungkin menghalang-halangi keinginan menjadi lebih ekologis dalam gaya hidup kita[21]. Bagi gereja, untuk menjadi benar bagi dirinya sendiri, ia perlu melawan tekanan demikian dan mendorong anggota-anggotanya menjadi lebih sejati dalam meneruskan pikirannya melalui tindakan. Itu merupakan tanggungjawab agar dirasakan dalam tingkat-tingkat keberadaan seseorang secara individu, setempat dan politis. Demikian tugas saling berbagi tanggungjawab tersebut dengan anggota-anggota gereja-gereja Kristen lainnya untuk menjaga dan melestarikan keutuhan ciptaan dalam hal ini bumi dan segala isinya. Karena sekali lagi bumi dan segala isinya adalah ciptaan Tuhan yang harus di jaga dan di lestarikan dari kehancuran.

11.PENUTUP
Bumi dan segala isinya di ciptakan oleh Tuhan dengan maksud dan tujuan yang baik, ini bisa kita lihat dan baca di Alkitab yakni di Kejadian 1 dan 2. Pada proses perjalanannya, ketika manusia di beri tugas dan tanggung jawab oleh Tuhan untuk menguasai dalam arti mengusahakan dan melestarikanya. Ternyata, setelah manusia jatuh dalam dosa, maka sifat “keberdosaan manusia” dan keserakahannya telah menguasia dirinya. Berawal dari “kekerasan” yang telah berlangsung seumur hidup manusia itu sendiri akhirnya ikut berpartisipasi untuk menghancurkan Bumi dan segala isinya. Dengan mengatas namakan “demi sesuap nasi” akhirnya kekerasan terhadap ciptaan lain itu pun berlangsung, sasaran empuknya hewan, tumbuh-tumbuhan dan manusia. Babak penghancuran baru dimulai. Manusia dalam kurun waktu yang sangat panjang kemudian menghancurkan hutan-hutan yang sebenarnya adalah untuk menjaga ekosistem alam akhirnya luluh lantak. Tahun demi tahun Bumi semakin panas akibat Penghancuran Hutan yang seolah tanpa akhir, bencana-demi bencana datang silih berganti. Bencana yang di ciptakan oleh manusia itu sendiri.
Pemanasan Global atau Global Warming datang tanpa di undang. Binatang apa pula ini yang menjadi sebuah ancaman bagi kelangsungan kehidupan kita di muka bumi yang kita cintai ini. Apa yang masih bisa saya lakukan? Sebuah pertanyaan datang di tengah ketakutan yang luar biasa. Mari kita serukan kepada seluruh manusia yang ada di bumi untuk menjadi pelestari bagi bumi yang memang satu-satunya ini, jadilah pahlawan-pahlawan kemanusiaan di dalam kehidupan sehari-hari. Pahlawan peduli hutan dan lingkungan hidup. Seperti yang dilakukan oleh sesama kita, di sana, di sebuah gedung di Bali ada 190 negara yang sedang bergumul memikirkan nasib Bumi ini?. Bagaimana dengan anda? Cukupkah hanya pasrah dan diam tanpa melakukan sesuatu bagi bumi kita?
Kalau kita tidak mampu membersihkan sampah seberat 1 ton, marilah kita membuang sampah pada tempatnya bukan di sembarang tempat. Kalau kita tidak mampu mereboisasi hutan jutaan hektar, marilah kita menanam 1 atau 2 batang pohon di halaman rumah masing-masing. Dan yang terpenting segeralah menghemat Energi dan berantas Pencemaran Udara.
Bila seluruh isi planet ini melakukan hal yang sama, maka ada secercah harapan untuk kelangsungan hidup di bumi yang kini diambang kehancuran oleh bencana pemanasan global. Keinginan untuk menjaga dan melestarikan bumi bukan karena ada imbalan apa-apa. Kiranya muncul dari kesadaran akan betapa pentingnya mempedulikan bumi dan bukan karena ada tawaran 227 miliar rupiah bagi setiap orang siapapun yang bisa menyelamatkan bumi dari gas karbon dioksida dengan memindahkan 1 ton gas tersebut keluar dari atmosfir.
Bukan berarti dengan tawaran itu membuat kita mau menyelamatkan Bumi dari kehancuran. Tanpa hadiah itupun, dimanapun anda berada, apapun yang yang sedang anda lakukan, anda semua bisa melakukan sesuatu bagi Bumi ini, dengan menolong lingkungan di sekeliling anda tetap bersih dan lestari. Kini kita semua bisa mengambil tanggungjawab untuk Planet yang kita cintai ini.
Segera Kampanyekan bersama!!! Sebelum terlambat!!!!!!!!!

Tuhan Yesus Memberkati!! AMEN

Sebagai penutup tulisan ini saya mengutip dari dari
Injil Markus 16 ayat 15 :
Pergilah keseluruh Dunia
Beritakanlah Injil kepada seluruh Mahkluk.


KEPUSTAKAAN

Drummond, Deane Celia, Teologi dan Ekologi, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2006
Greenberg Russel dan Gradwohl Judith, Menyelamatkan Hutan Tropika, Yayasan Obor Indonesia, 1991
Khim Yang, Liem, Dr, Kebenaran Allah Lawan Kebenaran Sendiri, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2002
Leenhouwers, P Manusia Dalam Lingkungannya: Refleksi Filsafat Tentang Manusia, Gramedia, Jakarta, 1988
Lefebure, D, Leo, Penyataan Allah Agama Dan Kekerasan, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2007
Lubis, Mohctar, Melestarikan Hutan Tropika Permasalahan, Manfaat dan Kebijakannya, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992
Pratney Winkie, Memulihkan Negeri, Andi, Yogyakarta, 2003
Susanta Gatut Dkk, Akankah Indonesia Tenggelam Akibat Pemanasan Global, Penebar Plus, Jakarta, 2008
Majalah Tempo, Edisi 16 September 2007
Makalah, Susilo dan Riris Johanan Siagian 2007, Kekerasan, Johan Galtung.
Bahan dari Internet :WWW. KOMPAS.Com



Penulis
Pdt Masada Sinukaban
Mahasiswa Pasca Sarjana Pastoral Dan Masyarakat UKSW Salatiga Jawa Tengah
Pemerhati Sosial dan Peduli Lingkungan HidupKESAKTIAN PEDULI GENERASI INDONESIA
[1] Tempo, 16 September 2007, hal 23
[2] Kompas, 25 September 2007
[3] Kompas, 12 Februari 2007
[4] Leo D. LEFEBURE: Pernyataan Allah, Agama Dan Kekerasan, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2003
[5] Frans Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, 1991, Hal 203 dalam Susilo dan Riris Johana Siagian Segitiga Kekerasan, Johan Galtung, Presentasi Kelompok, di UKSW Salatiga, September 2007
[6] Tempo, 16 September 2007, hal 27-30
[7] Tempo, 16 September 2007, hal 34
[8] Mochtar Lubis, Melestarikan Hutan Tropika: Permasalahan dan Kebijakannya, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992
[9] Kompas, 24 September 2007
[10] Mochtar Lubis, Melestarikan Hutan Tropika : Permasalahan, Manfaat dan Kebijakannya, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992, hal 74
[11] Ibid, hal 14-15
[12] Celia Deane dan Drummond, Teologi dan Ekologi, BPK Gunung Mulia, jakarta 2006, hal 18-22
[13] Celia Deane dan Drummond, Teologi dan Ekologi, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2006, hal 149-151
[14] Kompas, Sabtu, 25 Mei 2005
[15] Kompas, Selasa, 25 September 2005
[16] Kompas, 5 Desember 2005
[17] Kompas, 27 Juli 2007
[18] Kompas, 25 September 2007
[19] Mochtar Lubis, Melestarikan Hutan Tropika, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 1992
[20] Celia Deane dan Drummond, Teologi dan Ekologi, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2006, hal 153-155
[21] Ibid, hal 160-163

Tidak ada komentar: