Selasa, 05 Agustus 2008

Bahaya Narkoba Bagi Generasi Muda Indonesia

A. Pendahuluan
Narkoba adalah singkatan dari Narkotika dan Obat-obatan Berbahaya. Narkotika berasal dari bahasa Yunani “Narkoum” yang berarti membuat lumpuh atau membuat mati rasa. Pada dasarnya Narkotika memiliki manfaat dan digunakan dalam bidang ilmu kedokteran, kesehatan dan pengobatan serta berguna bagi penelitian perkembangan ilmu farmasi/farmakologi itu sendiri. Narkotika kemudian menjadi permasalahan karena disalahgunakan pemakainya, dan akibat adanya motivasi lain dengan menjadikannya Komoditas Illegal oleh segolongan Orang tertentu[1]
Zat dan obat-obatan tertentu diatas, biasanya disebut Narkoba (Narkotika dan Obat-obatan Berbahaya) adapula yang menyebutnya NAZA (Narkotika Alcohol dan Zat Adiktif lain) atau juga NAPZA yaitu golongan obat-obatan Narkotika[2], Alcohol Psikotropika dan Zat Adiktif lain. Narkotika dan sejenisnya ini mampu membius dan menidurkan bahkan membunuh Orang yang menyalahgunakan pemakaiannya, karena didalamnya terkandung berbagai Zat yang telah dicampur dengan bahan-bahan kimia lain.
Obat-obatan berbahaya sebenarnya merupakan jenis obat tertentu yang dipakai untuk pengobatan tertentu. Dikatakan sebagai obat-obatan berbahaya, karena daya kerja obat-obatan ini sangat keras. Oleh karena itu, penggunaannya juga harus melalui resep dokter yang tepat. Bila disalahgunakan, obat-obatan ini bisa berpengaruh, bahkan merusak phisik dan psikis si pemakai.
Jual beli Narkoba oleh para pengedar sudah sangat membahayakan, hal ini terbukti dari maraknya peredaran Narkoba di Indonesia yang diberitakan oleh berbagai media massa seperti tv, koran, buku, majalah dan radio. Bahkan menurut berbagai sumber Informasi dari berbagai majalah jumlah pemakai Narkoba yang aktif di Indonesia hingga tahun 2008 ini ada sekitar 4 juta orang. Mereka yang ikut mengkonsumsi Narkoba tersebut terdiri dari berbagai kelas di masyarakat mulai dari pelajar, mahasiswa, oknum aparat, kaum ibu, bapak, pengusaha sampai ke anak-anak pejabat. Narkoba tidak memandang siapa saja yang akan menjadi korbannya. Pihak jajaran kepolisian Republik Indonesia memberikan penerangan mengenai jumlah angka penangkapan kasus narkoba, menurut wakil kepala pelaksana harian Badan Narkotika Nasional (BNN) Inspektur Jendral polisi Togar Sianipar, jumlah angkanya naik 90% setahun. Tercatat ada 3617 kasus pada 2001, sebanyak 3476 pada tahun 2000. Bandingkan 958 kasus pada 1998 dan melonjak dua kali, yakni 1837 kasus pada 1999. Sekitar 70% penyalahguna Narkoba itu adalah ecstasy dan shabu-shabu. Jumlah tersangka kasus inipun semakin meninggi. Tahun 1998 tercatat 1308 orang dan naik sekitar 95% pada tahun 1999 dengan total 2590 tersangka. Tahun 2001 meningkat sekitar 90% menjadi 4924 tersangka[3] .
Kasus Narkoba juga marak diberbagai daerah ditanah air diantaranya ialah Polda Lampung yang berhasil menangkap dan memusnahkan 4 ton (4066,5) ganja kering jumat 18 Januari 2002[4] , Polda Metro jaya berhasil menggulung sindikat peredaran Narkotika internasional, mereka menangkap pengedar dan menyita 38 kg shabu-shabu, 2,3 kg kokain, 800 tablet psikotreopika[5]. Sementara Polda Jawa Barat melakukan penggerebekan dirumah dinas Wagub dan menangkap anak Wagub, Gank-gank dengan menyita barang bukti 14 kantung kecil pitau[6], sedangkan dari Medan dikabarkan Poltabes Medan melakukan penangkapan terhadap gembong Narkoba di asrama Kodam Sunggal 4 tersangkanya diamankan berikut ratusan kg ganja sebagai barang bukti, penangkapan ini dipimpin langsung oleh kadit serse Poltabes Medan Akp Maruli siahaan[7].
Empat kota besar diatas merupakan contoh yang menunjukkan betapa maraknya Narkoba dan peredarannya ditanah air, belum lagi ditempat-tempat yang lain, sebagaimana yang kita dengar berita-berita dari televisi khususnya patroli (INDOSIAR), buser (SCTV) dan sergap (RCTI), mengenai kriminal khususnya masalah Narkoba diseluruh tanah air.
Dampak dari maraknya peredaran Narkoba di Masyarakat kita saat ini begitu mengerikan. Kita bisa menyaksikan rusaknya nilai-nilai moralitas dan mental di Masyarakat hanya karena memakai salah satu jenis Narkoba. Kejahatan semakin meningkat diantaranya pencurian, perampokan, pembunuhan dan pemerkosaan, oleh karena meningkatnya kebutuhan orang untuk membeli Narkoba. Hanya karena tidak ada uang untuk membeli Narkoba harus mencuri dan membunuh. Dibawah ini beberapa kesaksian para pemakai Narkoba yang telah bertobat dan ditangkap oleh aparat, sebut saja Kusuma 23 tahun seorang mahasiswa harus mencuri dan menjual barang-barang milik keluarga demi mengkonsumsi Narkoba, Kurnia 22 tahun mahasiswa juga menjual barang-barang berharga milik Orang Tua karena sudah kecanduan Narkoba[8], sedangkan seorang pemuda membunuh Ibu kandungnya karena sakaw (Sakit karena tidak mendapat putaw, akibatnya ia mengamuk) kejadian ini terjadi di Padang[9].
Masih sangat banyak masalah yang diakibatkan dari maraknya peredaran Narkoba ini, misalnya ancaman bagi kelangsungan Bangsa yang akan datang, karena cepat atau lambat bila tidak segera diatasi Generasi Muda banyak yang menjadi korbannya. Karena menurut Ahli Kedokteran bahwa pemakai aktif pasti merusak organ-organ tubuh mereka diantaranya, paru-paru, darah, otak dan sebagainya. Belum lagi para korban yang harus kehilangan nyawa hanya karena memakai Narkoba seperti Aldi yang mati karena ecstasy[10], seorang pemuda lain berinisial Bangun 25 tahun mati karena OD (Over Dosis) penduduk Jalan Harmonika Pasar 1 Padang Bulan[11], Leah Beats, seorang remaja putri 18 tahun meninggal dunia hanya karena minum 1 butir ecstasy[12]. Sulitnya masalah kehidupan seyogianya tetap harus di hadapi dengan penuh semangat dan pengharapan. Tidak dengan mencari solusi yang instan seperti dengan mengkonsumsi Narkoba non medical. Kekosongan memang mesti di isi tapi juga tidak mesti diisi dengan zat adiktif. Ada pendekatan lain yang jauh lebih berarti untuk mengisi kehidupan ini, yaitu dengan hidup dengan Allah. Manusia memang diciptakan dengan suatu misteri ruang kosong yang hanya dapat diisi dengan keberadaan Allah. (Majalah Jurnal Shema, Artikel Pak Mesach Krisetya Hal 15-16)
Bahaya Narkoba terhadap kesehatan misalnya yang merusak fungsi saraf membuat banyak Orang-orang yang gila dan ketergantungan di panti-panti Rehabilitasi dan harus mengeluarkan uang dan waktu yang panjang untuk menyembuhkan kembali para korban tersebut. Dan konon terberita sangat mustahil untuk bisa sembuh total dan hanya kuasa Mukjizat Tuhanlah yang bisa menyembuhkan para korban tersebut.
Melihat dan menyaksikan banyaknya masalah dan korban yang diakibatkan oleh Narkoba tersebut menggerakkan hati saya untuk membahas lebih jauh dan mengantisipasi bahaya Narkoba tersebut. Karena memberantasnya sangat mustahil, Saya pikir lebih memungkinkan untuk mensosialisasikannya atau mengkampanyekan agar kita tidak memakai Narkoba tersebut. Seperti yang dikatakan oleh “Orang bijak” Mencegah lebih baik daripada mengobati, hal ini lebih baik agar tidak menjadi “Bom Waktu” di masa yang akan datang.
Sudah saatnya Gereja harus lebih peduli dan serius dalam menangani Masalah Narkoba ini, Gereja-gereja harus menggunakan Fungsi Profetismenya dan hendaknya menjadi Garam dan Terang dalam menghadapi masalah Narkoba ini. Gereja harus menyuarakan “Suara Kenabian” dalam hal mengantisipasi bahaya Narkoba. Karena Narkoba adalah salah satu kejahatan yang sangat merusak hingga patut dipikirkan mengantisipasinya didalam Gereja dan Masyarakat. Belajar dari Tuhan Yesus yang mengajarkan kepedulian terhadap Manusia-manusia yang terhilang seperti di dalam Injil, IA menggambarkan anak-anakNya sebagai Domba yang terhilang yang harus di cari, di pedulikan dan di obati bukan di biarkan. Mengingat korban Narkoba itu juga adalah anak-anak Tuhan, jadi mereka juga harus dicari, disadarkan, diobati, di pedulikan dan dikasihi.
Para pengedar dan pemakai Narkoba masih bernaung dalam dosa dan kejahatannya. Mereka itu diumpamakan Tuhan Yesus sebagai “Domba atau Anak yang hilang”. (Lukas 15: 1-7 dan Lukas 15: 11-32). Tuhan Yesus sangat Kasih dan tetap menanti pertobatan Anak-anakNya yang masih belum bertobat, Gereja jangan menutup mata terhadap masalah Narkoba ini. Gereja dan umat Kristen wajib bertanggung jawab atas masalah Narkoba ini. Paling tidak turut berpartisipasi untuk mengantisipasi maraknya Narkoba dan peredarannya di Indonesia. Karena Gereja adalah Orang-orang yang dipanggil keluar dari kegelapan menuju terang, mereka adalah Orang-orang yang ada didalam kegelapan. Sudah menjadi keharusan bagi Gereja untuk melayani dan mendampingi para korban Narkoba tersebut. Belajar dari Tuhan Yesus yang selalu mengasihi Manusia tanpa melihat suku, bangsa, golongan dan warna kulit. (Yohanes 18 : 1 dan Yohanes 3 :16). Tuhan Yesus tidak ingin melihat seorangpun Manusia binasa. Oleh sebab itu, Gereja memiliki landasan/alasan untuk tetap dan selalu mencari serta mendampingi Orang-orang yang menjadi korban Narkoba.
Gereja dan Umat Kristen mendapat tugas untuk memberitakan Injil dan Keselamatan bagi setiap Orang dan sekaligus mengasihi sesama Manusia (Matius 22 : 37-39). Bukan hanya memberitakan Injil saja akan tetapi lebih dari itu Gereja dan umat Kristen harus peduli terhadap Orang yang sakit dan tertindas (Mat 25 : 31-46). Saat ini banyak Orang yang tersesat oleh Narkoba, tugas kita adalah untuk mengembalikan mereka kedalam jalan yang benar. Bila kita tidak mau melihat “Loosing Generation“ di masa yang akan datang, mulailah mengantisipasi Narkoba dari diri sendiri.
Saya sengaja membahas masalah ini khususnya didalam kalangan Generasi Muda Kristen Indonesia saja, untuk mengantisipasi terlalu luasnya pembahasan kaitan lainnya. Karena Saya lebih tertarik untuk mengangkat masalah ini sebagai sebuah karya yang dapat menjadi sumbangan kontribusi khususnya Untuk Generasi Muda Kristen Indonesia calon pemimpin dimasa yang akan datang.
Saya berusaha menyajikan lebih jauh tentang bahaya Narkoba serta memaparkan lebih rinci mengenai Narkoba itu sendiri sebagai suatu masalah yang perlu dicari jalan keluar untuk mengantisipasinya dan menanggulanginya.
Narkoba sangat merusak kehidupan Generasi Muda yang sekaligus adalah Generasi penerus Bangsa. Mereka adalah korban para gembong atau bandar Narkoba yang rakus akan uang dan gelimang harta duniawi, sehingga tidak lagi memperdulikan siapa saja yang akan menjadi korban dari perbuatannya yang sangat merusak tersebut. Bagi mereka yang terpenting adalah mendapat uang dan kenikmatan duniawi tanpa pernah memikirkan bahayanya yang sangat mengerikan itu. Sampai sekarang tidak pernah terungkit siapa “Aktor Intelektual” para pengedar Narkoba tersebut. Seperti sebuah jaringan yang terorganisir secara rapi.
Mereka adalah Orang-orang yang tidak memiliki hati nurani dan prikemanusiaan. Setelah melihat masalah-masalah yang terjadi, akankah kita lepas tangan? Atau kita menutup mata? Tentu tidak, untuk itu semua masalah ini adalah tugas dan tanggungjawab kita bersama. Terutama adalah Gereja yang merupakan Garam dan Terang Dunia, harus berusaha mencari jalan keluar bagaimana mengantisipasi peredaran Narkoba tersebut. Dan Umat Kristen perlu menyadari hakikatnya sebagai gambaran Allah, Allah yang kudus tidak bercacat, gambar Allah yang disiapkan untuk kehidupan yang baik dalam iman, kasih dan pengharapan[13].
Sejarah penggunaan candu sudah setua peradapan itu sendiri, dan heroin sendiri mempunyai sejarah yang panjang yang bermula dari pengalaman nikmat yang dihasilkan dari bunga opium (candu-papavar somniferitum).Menurut catatan sejarah sejak tahun 4.000 SM, sari bunga opium yang bahasa Yunaninya disebut sebagai opion, memang sudah dikenal sebagai obat pelarian dari kemurungan. Bunga ini biasanya hidup subur didaerah pegunungan dengan ketinggian sekitar 600 meter dari atas permukaan laut, dan mulai dikenal dikawasan Timur Tengah yang kemudian menyebar ke India dan Cina.
Penyebaran opium keseluruh dunia berjalan bersama perdagangan keseluruh dunia, bahkan pada abad ke XVII, Cina sudah mengenal candu, ciri-ciri tanaman tersebut berbentuk semak dengan tinggi 70-110 cm, berbunga merah, putih atau ungu. Daunnya berwarna hijau tua keperak-perakan, dengan ukuran lebar, 5-10 cm, panjang 10-25 cm, tidak rata, tetapi berlekuk-lekuk atau keriting, buahnya melekat pada ujung tangkai berbentuk seperti tabuh gong. Tangkai buah agak panjang dan tegak hingga keluar dari rumpun pohonnya. Tiap tangkai hanya terdapat satu buah saja. Buah berbentuk buah polong, pada ujungnya terdapat gerigi.
Candu-candu ini dikapalkan oleh para pedagang Portugis dan kemudian oleh pedagang Inggris dalam penjualannya ke negara-negara lain. Di negara India, pemerintah India bahkan memberi hak monopoli perdagangan candu kepada pedagang Portugis, jadi memang sejak semula opium atau candu sudah menjadi barang dagang yang sangat menguntungkan sekalipun sejak awal orang tahu betapa berbahayanya obat bius itu.
Candu sebagai musuh masyarakat memang disadari karena dapat merusak mental dan jiwa, tetapi penggunaanya tidaklah mudah dihentikan karena berkaitan dengan perdagangan yang mendatangkan keuntungan yang luar biasa bagi pengedarnya dan kemudian tak bisa dilepaskan dengan kejahatan yang terorganisasi secara mafia. Rakyat Cina sudah merasakan hal ini secara nasional sejak abad ke XVII. Dua abad kemudian, yaitu di abad XIX, terjadi duakali perang candu dimana Cina harus bertekuk lutut kepada Inggris dan menyerahkan Hongkong dan harus membuka diri terhadap monopoli perdagangan Inggris termaksud perdagangan candu.
Ditengah-tengah popularitas candu sebagai barang dagang yang sangat menggiurkan dan membawa sangat bayak keuntungan, seorang ahli ilmu kedokteran dari Westphalia bernama Friedrich Wilhelm Serturner, pada tahun 1806 menemukan modifikasi candu yang dicampur dengan amoniak, yang kemudian dikenal sebagai morfin. Nama ini diambil dari nama Dewa Mimpi Yunani yang bernama Morphius. Dengan dihasilkannya morfin, maka senyawa baru ini menjadi lebih populer dari pada candu, sehinga menghasilkan epidemi kecanduan yang meluas kemana-mana.
Epidemi secara luas terjadinya sewaktu pecah perang saudara di Amerika Serikat pada tahun 1856 dimana morfin sangat populer sebagai obat penghilang rasa sakit dari luka-luka perang yang saat itu banyak dialami oleh para prajurit. Itulah sebabnya kemudian ketagihan morfin dikenal sebagai “Penyakit Serdadu”. Efek samping morfin ternyata bukan saja berguna untuk mengobati rasa sakit, tetapi kemudian diketahui bahwa morfin juga mendatangkan kenikmatan bagi para pemakainya. Tidak lama setelah populernya morfin sebagai obat bius dan obat penikmat, senyawa lain yang kemudian diberi nama heroin dipopulerkan dengan penemuan dilaboratorium kimia di London oleh Alder Wright pada tahun 1874. Alder Wright merebus cairan morfin dengan asam anhidrat, cairan asam yang ada pada jenis jamur.
Campuran ini ternyata menghasilkan suatu substansi yang aneh, yaitu ketika diuji cobakan kepada anjing, binatang itu kemudian cenderung tiarap, ketakutan, mengantuk dan bahkan muntah-muntah. Melihat gejala yang penuh derita itu Wright menghentikan percobaannya. Hampir seperempat abad sesudah itu, pada tahun 1898, secara resmi heroin menjadi obat penghilang sakit terutama untuk melawan sakit batuk, dan diproduksi oleh pabrik obat “Bayer” di Jerman. Kemudian heroin banyak digunakan sebagai obat pembius rasa nyeri pasien pada waktu pembedahan. Namun, sama halnya dengan morfin, penggunaannya heroin meluas sampai keluar dari dunia pengopbatan dan sampai keluar dari dunia pengobatan dan menjadi barang dagangan yang sangat menguntungkan. Penyebaran yang luas diseluruh dunia terjadi secara massal ketika pertanian opium semakin berkembang terutama di tiga pusat wilayah opium.
Yang terutama terletak di segitiga emas (Golden Triangle) yang lokasinya di perbatasan Myanmar, Thailand dan Laos yang sangat terkenal khususnya dengan pimpinannya yang bernama Khun-Sa. Kawasan segitiga emas ini merupakan penghasil candu terbesar di dunia pada dasawarsa 60-an dan 70-an dengan produksi mencapai 700 ribu ton candu setiap tahun. Pasar Eropa pun merebak melalui para pelarian politik Cina dan menyebar melalui pisat penyebaran di negeri Belanda. Pusat peyebaran kedua yang terkenal meliputi kawasan yang berbentuk bulan sabit yang berbentuk bulan sabit emas (Golden Crescent) yang menyebar di tiga negara, yaitu Pakistan, Iran, dan Afganistan, khususnya disisi Kyber Pass yang terkenal itu. Kawasan ini kemudian diakhir dasawarsa 70-an mengalahkan kemasyuran segitiga emas dan menjadi pemasok dunia terbesar terutama karena diproduksinya bahan baku heroin yang harganya lebih murah. Pada tahun 80-an lebih dari separuh heroin yang masuk ke Amerika Serikat diperkirakan berasal dari kawasan ini. Kemudian negara-negara lain menjadi pusat penyebaran heroin pula seperti Amerika Latin terutama Kolombia, kemudian India, dan Turki, dan beberapa negara lainnya. Produksi heroin sedunia saat ini diperkirakan 2 juta ton per tahun, dimana tiga perempatnya berasal dari segitiga emas dan bulan sabit emas dan seperempatnya baru dari kawasan-kawasan pengembangan heroin lainnya. Selain morfin, candu dan heroin, ada juga jenis lainnya yang beredar dipasara yaitu kokain.
Kokain (Erythroxylon Coca), berasal dari tumbuhan perdu koka yang banyak tumbuh di Peru dan Bolivia di Amerika Selatan. Sigmund Freud, Bapak Psikoanalisis, yang pernah merekomendasikan kokain sebagai obat bius lokal, stimulan (yang digunakan dalam terapi depresi), penyembuhan penyakit pencernaan, TBC, dan Asma. Seperti opium, kokain dipasarkan secara legal, tetapi secara terbatas untuk keperluan medis dan secara gelap di edarkan karena dapat menghasilkan suasana fly dan rasa riang.[14]
B. Jenis-jenis Narkoba, NAZA dan NAPZA
Ada berbagai macam jenis narkoba. Meskipun demikian, dalam karya tulis ini, penulis tidak akan menuliskan dan menguraikan secara lengkap. Penulis hanya akan menguraikan jenis-jenis narkoba yang banyak beredar beserta umum dikonsumsi dalam masyarakat. Zat dan obat-obatan dibawah ini, bisa disebut Narkoba (Narkotika dan Obat-obat Berbahaya) adapula yang menyebutnya NAZA (Narkotika Alkohol dan Zat Adiktif lain) atau NAPZA yaitu golongan obat-obatan Narkotika, Alkohol Psikotropika dan Zat Adiktif lain. Jenis-jenis Narkoba, NAZA dan NAPZA tersebut antara lain:
Ganja
Ganja disebut juga hashis, marijuana, grass, rumput, cimeng. Ganja yang dikonsumsi bisa berbentuk minyak (Canabis), balok (Hashis), atau hasil pengeringan (Marijuana). Ganja dipakai dengan cara dimakan begitu saja, dicampur kedalam masakan atau dicampur bersama tembakau sebagai rokok. Ganja yang dikonsumsi diperoleh dari tanaman canabis setiva atau canabis indica. Tanaman ini memiliki sekita seratus sepesis yang dikenal, tumbuh didaerah tropis dan didaerah beriklim seperti Indonesia, India, Thailan, Nepal, Jamaika, Colombia, Korea, Iowa (USA), dan Rusia bagian selatan. Ganja mengandung zat psikoaktiva yang disebut delta-9 Terahydrocannabinol atau THC. Tanaman ganja juga mengandung kanabinoid lain seperti kanabidiol dan asam tetrahidrokanabidiolat. Hashis merupakan getah tanaman ganja yang dikeringkan dan dimampatkan menjadi lempengan seperti kue atau bola.[15]
Tanaman ganja dibedakan menjadi dua jenis, ganja jantan dan ganja betina. Ganja jantan tidak berbunga maupun berbuah, sehingga tidak dapat diambil hasilnya kecuali seratnya digunakan untuk tali. Sedangkan ganja betina berbunga dan berbuah. Pohon ini tergolong tanaman perdu. Batang, cabang dan tangkainya berkayu dengan ketinggian antara 1,5-2,5 meter. Pada umur 6 bulan pohon ini mukai berbunga dan masa hidupnya bisa mencapai 1-2 tahun. Daun ganja mempunyai ciri khas yaitu selalu ganjil antara 4,7, sampai 9 helai. Bentuknya panjang, pinggirannya bergerigi, ujungnya lancip, urat daunnya memanjang, ditengah pangkalnya hingga ujung ukurannya tidak besar. Bagian atas halus sedang bagian bawah (baliknya) kasar. Pohon ini dapat tumbuh hampir diseluruh dunia.16
Opioida
Opioida adalah segolongan zat, baik yang alamiah, semi sintetik maupun sintetik yang khasiatnya didalam bidang kedokteran adalah bidang analgetika (pereda rasa nyeri). Opioida memiliki sifat menghilangkan rasa nyeri, khasiat hipnotik (menidurkan), dan euforik (menimbulkan rasa gembira dan sejahtera). Pemakaian opioida yang berulang akan menimbulkan toleransi dan ketergantungan. Toleransi berkembang terhadap sifat menekan pernafasan, bersifat menghilangkan rasa nyeri, emetik (menyebabkan muntah). Kecepatan terjadinya toleransi tergantung pada pola pemakaiannya. Bila sudah terjadi ketergantungan pada opioida, kemudian pemakaian opioida dikurangi atau dihentikan, maka pemakai kakan mengalami gejala putus zat (sakaw). Toleransi hilang apabila putus zat sama sekali.17
Opioda
Opioda adalah segolongan zat, baik yang alamiah, semisintetik maupun sintetik yang kasiatnya didalam bidang kedokteran adalah sebagai (pereda rasa nyeri). Opioda memiliki sifat menghilangkan rasa nyeri, khasiat hipnotik (menidurkan), dan euforik.
Opium atau Candu
Opium adalah getah berwarna putih susu yang keluar dari kotak biji tanaman Papafer Somniferum (candu) yang belum masak. Dulu opium banyak digunakan untuk menghentikan diare. Sekarang opium diolah menjadi morfin dan kodein (derivat) atau turunan morfin yang bekerja sebagai depresan “mengurangi aktivitas fungsional” terhadap saraf sentral. Sumber dari kamus lengkap psikologi karangan (J.P. Chaplin PT. Raja Grafindo Persada 2001) murni untuk digunakan dalam bidang kedokteran.18
Warna candu masak agak coklat tua atau coklat hitam, baunya seperti candu mentah, tetapi bau langunya sudah lebih halus dan murni dan sedikit lebih manis. Didalam perdagangan gelap dijual secara eceran, biasanya dibungkus dengan timah hitam, kertas minyak, kertas pelastik, daun kering, pot-pot pelastik, dan sebagainya dengan ukuran kecil. Candu masak biasanya diperdagangkan untuk kebutuhan penghisap-penghisap candu, para pemadat dan umumnya dalam bentuk-bentuk tabung atau kaleng-kaleng kecil yang dipatri rapat, berharga antara 5 sampai 15 tail dan 6,5 sampai 7 ons.19 (harga morfin sekarang berkisar 2,5-3 milyar rupiah perkilogram dipasaran jual beli Narkoba, berarti harga bahannya yaitu candu berkisar ratusan juta rupiah).
Morfin
Morfin adalah salah satu zat atau bagian terpenting dari candu dan ditemukan oleh seorang ahli farmasi bangsa Jerman STURNER pada tahun 1805. Morfin adalah alkoida yang terpenting dalam candu dan dalam ilmu kimia mempunyai rumus : C17H19NO3, adalah salah satu obat yang digunakan dalam ilmu kedokteran. Cara mendapatkannya dengan mengolah candu mentah secara kimiawi sehingga terisolasi zat morfin tadi yang wujudnya seperti kapas atau bubuk putih yang pahit rasanya. Wujudnya berupa kristal yang amat halus, tidak berbau, terlihat agak kelabu jika lama terkena sinar dan rasanya amat pahit. Jenis ini biasanya dijual dengan dosis 5,8,10,15, dan 30 miligram, dapat dipakai dengan cara disuntukkan atau ditelan.20
Morfin bekerja pada reseptor opiat yang sebagian besar terdapat dibagian susunan saraf pusat dan perut. Morfin menghambat pernafasan, karena menekan pusat pernafasan pada batabg otak. Sifat menghambat pernafasan inilah yang mengakibatkan kematian pada kelebihan dosis morfin.21
Heroin
Heroin (satu jadian atau derifat morfin, yang menjadi bahan yang dipakai banyak oleh orang-orang yang kecanduan obat bius, akibatnya ialah membiuskan) dihasilkan dari getah kembang candu, diubah dalam bentuk bubuk (puyer), disintesiskan, lalu dusenyawakan. Proses sintesis dan senyawanya ini dilakukan oleh pabrik gelap diluar negeri. Dalam tubuh manusia, setelah heroin dimasukkan entah dengan cara apa, heroin akan berubah menjadi enam monoesetil-morfin secara cepat dan kemudian menjadi morfin. Yang membedakannya hanya dalam kecepatan reaksinya.22
Biasanya heroin dibungkus dan dijual dalam bungkusan kertas kecil. Heroin dikenal dengan nama jalanan; hero, smack, scag, H, junk, gear, atau horse. Heroin dapat diisap, disedot dan disuntikkan. Heroin jarang sekali ditelan karena cara itu tidak cukup efektif. Penggunaan yang paling populer adalah dengan cara memanaskan bubuk heroin diatas kertas alumunium foil dan menghisap asapnya dengan menggunakan pipa kecil atau gulungan kertas. Penyuntikan dapat dilakukan dengan menyuntikkan melalui otot, sub-cutaneous (dibawah kulit) atau lewat pembuluh vena (pembuluh darah balik).23
C. Bahaya Narkoba bagi Diri, Keluarga,Gereja, Bangsa dan Negara.
Bahaya Narkoba bagi Diri.
Penyalahgunaan Narkoba dapat merusak kepribadian pelakunya secara drastis seperti tidak suka berkumpul dengan orang lain secara normal, menjadi pemurung, pemarah bahkan menjadi agresif (Memusuhi) siapapun. Dapat menimbulkan sifat apatis/masa bodoh meskipun terhadap diri sendiri, seperti tidak lagi memperhatikan pakaian, harga diri, kesopanan bahkan keselamatan diri sendiri. Bagi pelajar dan mahasiswa semangat belajarnya mulai anjlok, malas, hidupnya tidak teratur dan sebagainya. Ia tidak lagi perduli dengan masa depannya, yang diinginkannya hanya kesenangan pada saat itu saja. Menimbulkan kecenderungan untuk melakukan sexual, seperti pemerkosaan dsbnya. Karena semua dorongan untuk melampiaskan nafsu tidak terkontrol lagi.
Hilangnya naluri untuk melindungi diri dari kemungkinan celaka, sakit atau bahkan mati sekaligus. Jika ia sudah kecanduan, resiko apapun tidak akan diperdulikan ketika ia tengah berusaha mendapatkannya. Misalnya mencuri, menodong, merampok, atau bahkan menganiaya, membunuh pun dilakukan demi tercapainya tujuan demi mendapatkan drug yang di inginkan. Dari kesehatan dari berbagai komplikasi medis akan terjadi akibat peyalahgunaan narkoba. Para dokter ahli yang telah melakukan penelitian menemukan bayak akibat tersebut seperti : gangguan metabolisme tubuh (Peter, 1982), nutrisi (morgan, 1982) kanker ( Seen, 1982) syestem endroktin (morgan, 1982), gangguan sexsual dan perkembangan janin (Pratt,1982) syestem otot (Martin, Slavin, Levi,1982), kelanjar pancreas (Bakaar, 1982), penyakit liver (Scheuer,Scherlock, 1982), syestem pencernaan (Langman, Bell, 1982), kerusakan jaringan otak (Thomson, Ronn, 1982)
Bahaya Narkoba bagi Keluarga
Menimbulkan perbuatan kriminal yang dapat merusak hubungan dan tali persaudaraan, baik terhadap Keluarga serumah maupun famili dan kerabat. Jika ia telah terikat dengan keinginan untuk mendapatkan uang guna membeli Narkoba ia tidak malu lagi untuk menipu, mencuri, bahkan merampas dengan kekerasan uang atau harta milik keluarga, famili handai taulan atau tetangga dekat. Dan jika ia dalam keadaan mabuk berat kemudian timbul nafsu sexnya, maka ia tidak segan memperkosa anggota keluarga, famili atau orang lain yang dapat dijangkaunya.
Dalam pergaulan keluarga ia dapat kehilangan kontrol dan melupakan norma serta etika. Ia tidak mampu lagi bersikap wajar dan sopan terhadap Orang yang disekitarnya, baik terhadap Orang Tua atau Orang lain yang lebih tua yang seharusnya dihormati. Tidak lagi memperhitungkan kehormatan kebaikan dan keselamatan diri sendiri maupun harta benda milik Keluarga. Misalnya jika ia memakai kendaraan atau peralatan milik keluarga, maka ia berbuat seenaknya tanpa memperhitungkan kerusakan yang mungkin terjadi. Jika akan tidur malam hari ia tidak lagi memperhatikan apakah pintu atau jendela sudah dikunci atau belum. Mencemarkan nama baik keluarga, famili dan handaitaulan. Jika perbuatannya yang menyimpang itu diketahui oleh Masyarakat, maka keluarga dan kerabat dekatnya akan menanggung rasa malu. Belum lagi jika terungkap adanya perbuatan kriminal dan menjadi urusan pihak yang berwajib. Semua ini bila tidak di sikapi maka bukan tidak mungkin akan menjadi masalah Sosial.
Masalah Sosial muncul, apabila seorang individu tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai mana mestinya. Sebaliknya masalah Sosial muncul juga apabila struktur masyarakat tidak dapat berfungsi dengan baik. Ada hubungan timbal balik antara Individu dengan Masyarakat. Kita harus memperhatikan hubungan sebab akibat masalah Sosial ini secara “circular causality” (Totok S Wiryasaputra, Pengantar Pekerjaan Sosial di Rumah Sakit, Rs Betesda dan Pelkesi Yogyakarta, 1988, 3) . Seperti misalnya bila seorang yang terkena Narkoba atau korban Narkoba maka ada sebuah Keluarga yang juga ikut sakit karenanya, nah bila banyak Keluarga yang sakit maka masyarakatnya juga ikut sakit dan akhirnya Negaranya juga bisa sakit. Inilah lingkaran atau rantai lingkaran yang saling berkaitan. Untuk itu harus di cegah supaya jangan sampai banyak yang sakit.
Bahaya Narkoba bagi Bangsa dan Negara
Suramnya masa depan Bangsa apabila penyalahgunaan Narkoba ini melanda Generasi Muda secara luas. Karena Generasi Muda inilah pemegang kedaulatan rakyat dan pewaris Bangsa dimasa akan datang. Terancamnya sistem keamanan, ekonomi, politik dan budaya Nasional apabila suatu Negara telah dijadikan pasar gelap Narkoba Internasional oleh jaringan pengedar Narkoba. Karena biasanya para pemimpinn pengedar Narkoba Internasional memiliki dana dan organisasi yang besar dan rapi untuk menjalankan misinya. Jika sudah demikian biasanya pejabat dan penegak hukum suatu Negara menjadi sasaran, kalau tidak bersedia melindungi atau disuap maka akan dianggap sebagai penghalang yang harus disingkirkan. Akibat nila setitik rusak susu sebelanga atau kalau masih kecil menjadi kawan sudah besar menjadi lawan, kira-kira pepatah ini sangat cocok mewakili keberadaan situasi masalah Narkoba di Indonesia saat ini.
Bila kita sadari seorang yang terkena Narkoba dapat membuat satu Keluarga berantakan atau rusak, maka bila persoalan serupa terjadi dibeberapa keluarga maka dapat membuat masyarakat atau lingkungan menjadi rusak. Nah jika lingkungan atau masyarakat menjadi rusak maka sudah pasti rusaklah segala sesuatu sistem didalam Negara atau bangsa itu. Hal ini dapat kita lihat bagaimana rusaknya Bangsa atau Negara akibat Narkoba. Coba kita pikirkan uang yang berjumlah sangat besar digunakan untuk merusak Generasi Muda dalam suatu Negara. Tidak dapat terbayangkan masa depan sebuah Negara itu bila tidak ada lagi Generasi Mudanya yang dapat diharapkan. Ancaman seperti ini bisa dan pasti terjadi bila tidak dengan serius diatasi atau ditangani.
Indonesia seperti halnya Negara-negara Berkembang di Dunia, memiliki banyak keberagaman Suku, Bangsa, Budaya dan Tradisi, serta masih banyak keberagaman lain (Dinas Kesehatan DIY, Global Fund, Waria Kami Memang Ada, PKBI DIY, Yogyakarta, 2007, 47). Dengan demikian begitu Komplekslah masalah Narkoba yang terjadi di Negeri kita ini. Dengan kata lain, untuk mencegahnya atau untuk menghadapinya harus sesuai dengan model budaya atau keadaan daerah yang ada di Indonesia. Bila kita tidak segera menyikapinya maka semakin sulitlah kita nanti mengobatinya. Semisal begini, penanganan Korban Narkoba di Tanah Karo sudah pasti berbeda dengan daerah lain seperti di Jawa atau di Papua. Di Tanah Karo bila seorang anaggota keluarganya terkena Narkoba maka seluruh Keluarga merasa malu dan menganggap itu sebagai Aib. Sehingga sangat Sulit untuk di sembuhkan karena tidak adanya keterbukaan. Mungkin, andai saja tadi keluarga tersebut segera mengobati atau menangani si korban maka kemungkinan si korban akan segera Pulih atau Sembuh.
Hal tersebut diatas hanya sebagai contoh kecil saja. Mungkin di daerah lain tidak demikian, bila ada yang korban Narkoba langsung di obati atau di tangani secara serius.
Narkoba mampu menghancurkan sebuah Negara, hanya menunggu waktu saja cepat atau lambat Narkoba senantiasa dapat menjadi bom waktu yang sangat mengerikan. Ini dapat dilihat dari fakta yang terjadi dilapangan, jutaan insan menjadi korban dan triliunan rupiah dipergunakan untuk menghancurkan Negara dan Generasi ini. Sudah teramat banyak yang menjadi korban, Narkoba bisa dicegah bila kita tanggap menghadapi masalah ini. Sebelum terlambat lebih baik dimulai dari diri untuk mengatakan tidak dengan Narkoba. Untuk mengantisipasi hancurnya sebuah Negara, sangat diperlukan peran semua Masyarakat untuk saling membantu dan bekerjasama dalam mengantisipasi dan menjaga Negara dan Generasi ini. Karena Narkoba telah memperlemah ketahanan Nasional dan merusak SDM sebagai Generasi Penerus Bangsa (dapat mengakibatkan Loosing Generation) mari kita cegah sebelum terlambat.
D. Penanggulangan Bahaya Narkoba, Pendampingan Pastoral dan Rehabilitasi.
Peran Keluarga dalam Menanggulangi Bahaya Narkoba
Keluarga adalah salah satu pusat pembentukan atau tempat dimana anak mendapat pendidikan, pendidikan adalah pertama-tama tugas orang tua. Tujuan pendidikan adalah membantu anak-anak, supaya mereka dengan baik, dan dengan cara bertanggungjawab mengembangkan kemungkinan-kemungkinan yang ada pada diri mereka. Dalam pendidikan ada hukum (=yang harus dilakukan) dan larangan (=apa yang tidak boleh dilakukan) sering tidak dapat dihindarkan. Tetapi pada anak-anak perlu dijelaskan terlebih dahulu makna hukum-hukum dan larangan itu. Kalau tidak, mereka tidak akan dapat menerima atau “Mencernakan”-nya. Memaksakan sesuatu kepada anak-anak sama sekali tidak ada gunanya, sebab kalau ia tidak berada dibawah pengawasan “Penguasaan” orangtuanya, ia toh bertindak bertentangan dengan apa yang dipaksakan kepadanya.
“Kita semua mungkin pernah mendengar tentang cerita seorang Anak yang karena terpaksa tunduk dan menaati peraturan-peraturan yang keras dan tidak dapat ia pahami dari Orang Tuanya: peraturan-peraturan yang biasanya tidak lebih dari rumusan-rumusan yang kosong. Ketika ia bebas (=lepas dari kuasa orang tuanya), ia dengan kuat dan secara negatif memberikan reaksi dengan jalan membuang semua yang dulu diajarkan kepadanya sebagai hal-hal yang baik, perlu dan berguna.”
Mendidik itu tidak mudah, tidak cukup, kalau kita hanya menyampaikan beberapa hal saja kepada anak-anak kita, anak -anak sangat tajam melihat. Mereka segera mengetahui, apa yang orang tua mereka katakan itu benar-benar merupakan suatu realitas yang hidup bagi mereka atau tidak. Hal yang akhir ini sangat perlu, kalau kita mau menanam kepercayaan dalam hati anak-anak kita. Tanpa kepercayaan, pendidikan tidak mempunyai arti. Karena itu, kita harus berusaha memenangkan kepercayaan anak-anak kita. Mereka harus yakin, bahwa kepercayaan mereka kepada kita tidak akan kita kecewakan. Hal ini bukan saja berlaku bagi Anak-anak besar, juga bagi Anak-anak kecil: janji yang tidak kita penuhi dapat memusnahkan kepercayaan mereka kepada kita.
Sejak kecil anak-anak sudah harus mengetahui, bahwa mereka bukan hidup sendiri saja didalam dunia. Mereka hidup bersama-sama dengan Orang lain dengan Orang Tua mereka, dengan anggota-anggota lain Keluarga mereka, dengan guru mereka, dengan kawan-kawan mereka, dan lain-lain. Mereka harus belajar, bahwa dalam hidup bersama ini mereka bukan saja mempunyai hak, melainkan juga kewajiban. Karena itu mereka harus belajar taat. Mereka harus belajar menerima, bahwa kemauan mereka tidak selalu dipenuhi, mereka harus belajar untuk memberikan sesuatu pada Orang lain, mereka harus berkorban untuk sesamanya dan lain-lain. Pendeknya mereka harus sadar, bahwa dalam hidup ini mereka bukan pusat segala sesuatu, melainkan bahwa Orang lain juga harus mendapat perhatian dan pelayanan. Kemudian pada waktunya mereka, setapak demi setapak harus belajar untuk memikul tanggungjawab.
“Pendidikan adalah tanggungjawab bersama dari kedua Orang Tua. Tetapi biasanya, si Ibu yang terutama memikul tanggungjawab ini, waktu Anak mereka masih kecil. Ia menyusuinya, ia yang kemudian memberinya makan, ia yang memandikannya, ia yang menggantikan pakaiannya, ia yang menidurkannya, dan lain-lain. Sungguhpun demikian ada baiknya jika diusahakan, supaya si Ayah turut mengambil bagian dalam pendidikan Anak itu. Hal ini penting, bukan saja sebagai realisasi dari tanggungjawab bersama, yang kita sebutkan diatas, melainkan juga untuk menghilangkan kesan seolah-olah ia hanya bertugas sebagai Orang yang memarahi dan memberikan hukuman kepada Anak-anak, kalau mereka telah besar.
Pengenalan tentang pendidikan dalam Keluarga adalah salah satu upaya yang sangat baik untuk mengantisipasi bahaya Narkoba. Karena Keluarga adalah salah satu Benteng moral yang sangat kokoh untuk menghambat masuknya Narkoba kedalam ruang lingkup anggota Keluarga. Sebab didalam hubungan Keluarga yang harmonis, ada terang Firman Tuhan yang menyinari Keluarga tersebut. Bagi sang Anak, secara ilmiah, Orang Tua merupakan model dan citra tentang Allah dan kehadiranNya. Hal ini dapat dibuktikan dari pengalaman masa kecil tentang hubungan yang intim dalam lingkup keluarga memberikan dampak yang luar biasa dikemudian hari, bukan saja kemampuan kita untuk akrab dengan orang lain, melainkan juga dengan Allah. Jika kita belajar dari bangsa Yahudi dalam mendidik anak-anaknya, sejak bayi didalam kandungan, Orang Yahudi telah menjadikan Anak sebagai harta yang tidak terpisahkan dari mereka. Terutama adalah bagaimana usaha mereka dalam mendidik Anak-anak mereka. Dalam dunia adat, politik, agama dan kebudayaan tidak dipisah-pishkan, maka yang terlihat adalah pendididkan Orang Tua kepada Anak-anak mereka selalu melalui pesan-pesan Agamais. Agama juga selalu menegur dan memperingatkan Orang Tua untuk mendidik Anak-anak mereka dengan benar.
“Didiklah Orang Muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang daripada jalan Tuhan (Amsal 22:6). Dan Kamu Bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati Anak-anakmu, tetapi didiklah mereka dalam ajaran dan nasihat Tuhan” (Efesus 6:4). Sejak masih muda mereka sudah di dasari dengan pendidikan yang patut. Displin keluarga rupanya ketat, namun disertai cinta kasih yang mendalam. Mengajar Anak-anak tentang iman dari Bapa-bapa/Nenek Moyang mereka merupakan keharusan. Setiap tahun paling tidak, Anak-anak akan mendengar cerita tentang Keluaran Israel dari tanah Mesir pada hari Raya Paskah. (Lukas 3:41-52). Hal ini masih dilakukan oleh Orang Yahudi sampai Zaman ini. (Keluaran 12:14;26-27). Ada hukum yang mengharuskan para Orang Tua untuk mengadakan “Waktu khusus” mengajar Anak-anak mereka prinsip-prinsip dasar Iman, sehingga tiap Generasi akan tahu, patuh, setia mengasihi Allah mereka. (Ulangan 6 :1-25;6:4-7,9). Setelah anak-anak itu memiliki kemampuan untuk bertanya dan ingin mengetahui alasan Iman mereka, maka Orang Tua harus memberikan jawaban yang benar kepada mereka (Ulangan 6:20-21). Pendidikan rohani Anak-anak itu tidak selalu harus melalui ritus-ritus Agamais. Ternyata tingkah laku, perbuatan Orang Tua yang Konsisten dengan Iman mereka bisa lebih ampuh untuk membantu Anak-anak tumbuh Imannya dan sehat mental Spritual24.
Peran pendidikan Keluarga adalah suatu hal yang sangat penting untuk dikembangkan dalam Keluarga-keluarga Kristen lainnya. Kita juga harus belajar dari metode Orang Yahudi dalam mendidik Anak-anak mereka. Karena untuk mencegah dan mengantisipasi Narkoba adalah tindakan yang paling bijak. Tugas kita sebagai anggota Keluarga tetap bersosialisasi dan mengumandangkan pemahaman bahaya Narkoba bagi tiap-tiap anggota Keluarga. Menunjukkan perhatian yang khusus bagi anggota Keluarga agar tidak terjerat Narkoba atau sejenisnya. Dan hal itu dapat dilakukan bila Orang Tua tidak terlalu sibuk dengan pekerjaan atau kegiatan-kegiatan lain di luar rumah. Namun sebaliknya diharapkan untuk membagi waktu untuk Anak-anak di rumah kalau tidak mau Keluarga hancur dan Anak-anak terjerat Narkoba. Orang Tua juga perlu memainkan peranan sebagai contoh yang baik. Orang Tua yang biasa menggunakan alkohol atau zat adiktif lainnya, termasuk rokok, dapat mempengaruhi Anak untuk ikut menyalahgunakan zat-zat tersebut. Perlu disadari kebiasaan dalam Keluarga besar pengaruhnya pada Anak-anak. Jika Ayah atau Ibu Pemabuk atau selalu memakai obat setiap kali merasa sakit, kemungkinan besar Anak-anak akan pula menjadi pengguna alkohol dan obat-obatan.
Peran sebagai Pendididk pencegahan penyalahgunaan Narkotika juga harus di mainkan setiap Orang Tua. Beberapa informasi penting mengenai hal ini perlu di pelajari Orang Tua. Misalnya, bahwa penggunaan minuman keras dan penyalahgunaan obat/Narkotika dan zat adiktif lainnya dapat merugikan dan menciderai diri sendiri maupun Orang lain. Bahwa bagi Anak-anak hal itu dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Dan bahwa penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif lainnya merupakan tindakan yang melanggar hukum.
Untuk menghindarkan Anak dari bahaya Narkotika Orang Tua juga harus meningkatkan peranannya sebagai pengawas. Orang Tua perlu tau siapa saja teman Anaknya, kemana mereka pergi, dan apa yang mereka lakukan. Orang Tua perlu menyadari, alasan pertama mengapa seorang Anak menyalahgunakan obat adalah karena adanya tekanan dari teman-teman sebayanya. Orang Tua harus sejak awal mengajarkan kepada Anak-anak bagaimana cara menolak pemberian obat oleh teman. Ia harus diajar berani menyatakan “tidak“ survey membuktikan mereka yang mempunyai resiko tertinggi untuk memulai menggunakan obat dan alkohol adalah Anak-anak dibawah usia 15 tahun. Itu sebabnya, ketrampilan melakukan perlawanan (resitance skills) sudah harus diajarkan sebelum Anak berusia 9 tahun atau selambat-lambatnya 12 tahun25. Orang Tua kita jelas punya peran yang penting, kalau bukan yang terpenting dalam perkembangan kita. Ada berbagai gaya pengasuhan Orang Tua yang bisa amat berbeda-beda (David Matsumoto, Pengantar Psikologi Lintas Budaya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, 110). Jadi meskipun bukan yang terpenting tapi satu diantaranya.
Peran Para Ahli dan Pendampingan Pastoral terhadap Korban Narkoba
Peran para Psikolog dan Dokter, seperti yang banyak dituliskan dalam buku-buku merupakan satu usaha untuk mengobati/mendampingi para korban Narkoba. Peran Psikolog dan Dokter ini salah satu metode atau model untuk menyembuhkan para korban Narkoba. Disamping itu masih banyak model atau cara yang lain untuk menyembuhkan para korban Narkoba yang sudah ketergantungan obat.
Pendampingan Pastoral terhadap Korban Narkoba adalah untuk berubah menuju pertumbuhan. Tujuan utama dari pendampingan dan Konseling adalah perubahan menuju pertumbuhan. Dalam pendampingan, pendamping secara berkesinambungan memfasilitasi Orang yang didampingi menjadi agen perubahan bagi dirinya dan lingkungannya. Pada hakikatnya. Orang yang didampingi adalah agen utama perubahan. Pendamping dapat di sebut sebagai mitra perubahan bagi agen perubahan utama. Pendamping berusaha membantu Orang yang didampingi sedemikian rupa sehingga mampu menggunakan segala sumber daya yang dimilikinya untuk berubah. Dengan bantuan pendamping Orang yang didampingi mampu memobilisasi seluruh kekuatannya untuk berubah mencapai pertumbuhan secara penuh dan utuh. Akhirnya, Orang yang didampingi benar-benar mewujudkan dirinya sebagai agen perubahan sejati. Dia berani dan bersedia mengubah diri untuk bertumbuh atau sembuh26.
Dalam proses pendampingan dan Konseling itu dapat memfungsikan diri dalam berbagai cara, yakni menyembuhkan (healing), membimbing (guiding), menopang (sustaining), memperbaiki hubungan (reconciling), dan membebaskan (liberating, empowering, capacity building)
Konseling Pastoral sebagai displin praktis seharusnya mempunyai manfaat yang berbeda didalam situasi yang berbeda. Kebudayaan, keadaan dan kepribadian setiap Konseli itu memang berlainan sehingga pendekatan kita perlu di sesuaikan. Apa lagi Konseling Pastoral atau Pendampingan Pastoral yang akan kita lakukan terhadap para Korban Narkoba yang berbeda latar belakang budaya dan ekonomi dan usianya. Banyak metode Konseling yang sekarang ini digunakan dan di kembangkan. Metode dan juga teori yang baru akan terus timbul. Yang satu menentang yang lain. Yang lain menggantikan teori yang dianggap tidak relevan lagi dan seterusnya.
Dalam melaksanakan pelayanan Konseling, yang penting bukan saja mengetahui teori dan metode tetapi juga ketrampilan dalam melaksanakannya. Untuk itu pendekatan bertahap sangat membantu untuk memberikan ketrampilan yang dimaksud. Dalam konteks Konseling Pastoral pendekatan ini berarti menggunakan metode yang sistematis sepanjang itu tidak bertentangan dengan pengertian Alkitab dan Konsep-konsep pelayanan Pastoral yang umum27.
Dalam melakukan Konseling Pastoral terhadap Korban Narkoba agar sungguh-sungguh menjadi Pastoral, maka Konseling Pastoral harus mencakup perspektif dan keprihatinan dari bimbingan rohani. Arah bimbingan rohani ini mempunyai implikasi penting bagi penggembalaan dan Konseling28.
Metode Behavioral dalam Konseling terhadap Korban Narkoba juga sangat baik di lakukan, melihat masalah Narkoba adalah masalah Prilaku. Metode ini membantu Orang yang didampingi untuk menghilangkan prilaku menyimpang dan belajar perilaku yang efektif. Membantu Orang yang didampingi untuk menghilangkan prilaku yang menyimpang dan belajar prilaku yang lebih efektif. Membantu Orang yang didampingi untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku pada masa kini dan menemukan apa dapat dilakukan untuk mengubah prilaku yang problematik. Orang yang didampingi mempunyai peranan aktif untuk menciptakan tujuan operasional Konseling dan melakukan evaluasi apakah tujuan yang ditetapkan tercapai29.
Sebenarnya ada banyak model Konseling Pastoral yang dapat di pergunakan untuk mendampingi para Korban Narkoba ini, hanya secara khusus metode Behavioral ini lebih baik di pergunakan sebagai salah satu modelnya. Modifikasi prilaku tidak dapat ditempatkan dengan mudah dalam hubungan Konseli yang biasanya bersifat kolaboratif, hubungan one to one, yang membuat klien dapat membicarakan masalah mereka. Walaupun sedemikian, prinsip modifikasi prilaku dapat diadaptasikan untuk di gunakan dalam setting Konseling, dengan menjelaskan ide Behavioral kepada klien dan bekerjasama dengan klien untuk mengaplikasikan ide-ide ini untuk menimbulkan perubahan dalam hidupnya. Pendekatan ini kerap disebut dengan istilah “Behavioral self Control”, dan melibatkan analisis fungsional pola prilaku yang bertujuan tidak lebih daripada “mengetahui diri mereka sendiri” mengetahui Variabel pengontrol mereka (Thoresen dan Mahoney, 1974)30. Konselor harusnya menggunakan cara-cara tak langsung untuk mendorong klien31 atau para korban Narkoba itu untuk berubah atau meninggalkan kebiasaannya memakai Narkoba atau mengkonsumsi Narkoba. Sehingga dengan demikian maka, para korban Narkoba tidak lagi terhilang namun sebaliknya telah di pedulikan. Ditambah pula jika pelayanan Konseling Pastoral dilakukan dengan sukarela, pengabdian diri, bukan mencari untung sendiri, dan menjadi teladan, tentu hasilnya akhirnya akan sangat menakjubkan.
Peran Pemerintah dalam Menanggulangi Bahaya Narkoba
Peredaran Narkoba sudah menjadi bahaya yang serius khususnya menyerang Generasi Muda Indonesia dan terbukti menyebabkan kematian banyak orang. Karena itu pemerintah Indonesia berusaha keras untuk menanggulangi masalah yang timbul dengan memberantas serta menghukum para pengedar dan penggunanya. Yang jelas, pemerintah Indonesia sudah melihat masalah Narkoba sebagai masalah yang serius.
Pemerintah Indonesia sadar akan bahaya yang bisa menghancurkan Generasi Muda Indonesia dan berdampak bukan saja dimasa kini tetapi juga dimasa depan. Setidaknya pintu-pintu masuk lalulintas udara laut dan darat diperketat dengan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk menghambat atau mengantisipasi masuknya jenis-jenis Narkoba tersebut ke Indonesia. Kesulitan penanggulangannya selama ini karena belum ada peraturan yang jelas yang melarang pemakaian dan pengedarannya. Sekalipun belum tersistematis, Polisi sudah sering melakukan operasi-operasi dan menemukan penyimpanan-penyimpanan dan pengedar Narkoba. Akibat gebrakan Polisi terhadap beberapa diskotik dan para pengedar berdampak bagi para pecandu Narkoba ini.
Perdagangan Narkoba yang cukup kompleks dan bahaya terbesarnya adalah karena kenikmatan yang luar biasa bagi pengguna, menghasilkan keuntungan uang bagi para pengedarnya. Pemerintah Republik Indonesia dalam penanganan masalah peredaran Narkoba ini perlu banyak belajar dari ketegasan-ketegasan negara tetangga kita seperti Malaysia dan Singapura. Kedua negara ini cukup menjadi contoh dan teladan bagi pemerintah Republik Indonesia dan seluruh aparatnya. Pemerintah Indonesia harus konsisten dan tegas dalam menegakkan supermasi hukum untuk menindak para pengedar dan pemakai Narkoba. Dengan demikian bisa menjadi efek jera bagi para pengedar maupun para pemakai lainnya. Semua ini demi menjaga Generasi Muda Kristen di Indonesia yang tercinta ini agar tidak hancur oleh Bahaya Narkoba.
Peran Gereja dalam Menanggulangi Bahaya Narkoba
Banyak cara yang dapat ditempuh oleh Gereja dalam peranannya terhadap menanggulangi bahaya Narkoba misalnya: melalui khotbah, konseling, seminar, loka karya, pendampingan, pelatihan, sosialisasi, membuat traktat/brosur, membuat buku dsb. Gereja harus bersuara dalam mengkampanyekan anti terhadap Narkoba sekaligus peduli terhadap mereka yang menjadi korban terutama Keluarga-keluarga mereka. Gereja harus proaktif jangan pasif atau hanya diam, Gereja harus mendampingi/mengobati mereka yang sudah menjadi korban Narkoba. Gereja harus mulai membuka Jaringan atau Network dengan disiplin ilmu lain misalnya Dokter, Psikolog, Psikiater, ahli saraf, pekerja sosial maupun instansi-instansi swasta dan pemerintah lainnya. Dan bila memungkinkan Gereja juga harus membuka Pusat-pusat Konseling, Pusat Informasi anti Narkoba maupun panti Rehabilitasi.
Agar para korban Narkoba maupun Keluarganya dapat berkonsultasi tentang masalah-masalah sosial tersebut. Gereja harus menunjukkan peran pelayanan yang sesungguhnya. Bukan hanya diam seolah-olah tidak tahu masalah Narkoba yang begitu marak saat ini. Karena masalah bahaya Narkoba ini telah menyerang pemuda-pemudi Gereja dan generasi Muda Kristen. Gereja memiliki tanggungjawab dalam memberikan bimbingan, pengobatan dan rehabilitasi bagi warganya yang menjadi korban. Informasi dan ceramah tentang Narkoba maupun bahaya-bahayanya perlu disampaikan pada jemaat agar mereka tidak menerima informasi yang keliru dan akhirnya paham atau mengerti tentang bahaya Narkoba tersebut. Dan memang Gereja bertanggungjawab atas setiap masalah yang terjadi.
Gereja sebagai persekutuan orang percaya perlu secara aktif ikut berperan serta dalam penanggulangan masalah Narkoba ini. Kalau kita mau jujur mereka yang sering berada di club malam, diskotic, pub dan juga para pengedar dan para korban Narkoba banyak juga Orang-orang Kristen atau Pemuda-pemudi Kristen. Dengan demikian berarti Gerejalah salah satu Institusi yang paling bertanggungjawab atas masalah-masalah Narkoba tersebut. Setidaknya Gereja perlu mengambil langkah-langkah mengantisipasi peredaran Narkoba ini dan ikut memikirkan atau menanggulanginya.
Gereja perlu melakukan reformasi untuk mengubah pola lama yang mungkin saja sering kali tidak mau tahu atau tidak peduli dengan masalah disekitar maupun disekelilingnya. Gereja perlu menggalang semua kekuatan bekerjasama dengan kelompok-kelompok Keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintah, perguruan tinggi, LSM dan lembaga peduli anti Narkoba. Jadi peran Gereja dalam menanggulangi masalah Narkoba adalah : menyatakan cinta kasih ke – Bapa – an Allah yang diarahkan kepada Keselamatan setiap orang : cinta kasih yang mengatasi setiap rasa salah. Menyatakan kutukan terhadap kejahatan-krejahatan pribadi dan sosial yang menyebabkan dan menguntungkan bagi gejala Narkoba ini. Memperkuat kesaksian Injili dari orang-orang beriman yang mendedikasikan dirinya pada pengobatan bagi pemakai Narkoba menurut Contoh Yesus Kristus yang tidak datang untuk di layani tetapi untuk melayani dan memberikan Hidup Nya (Matius 20 : 28 dan Filipi 2 :7).
Peran Gereja secara konkrit diwujudkan dalam : Tugas Pewartaan dan Kenabian yang memberikan Visi Injili yang otentik tentang Manusia ; tugas pelayanan yang rendah hati seperti Sang Gembala yang baik yang memberikan hidupNya sendiri bagi Domba-dombaNya ; tugas pendidikan moral bagi Orang-orang, Keluarga-keluarga dan Komunitas-komunitas disempurnakan melalui prinsip-prinsip adi kodrati dan kodrati untuk mencapai Manusia yang penuh (Menyeluruh dan total)32.
Rehabilitasi Korban Narkoba.
Mengetahui ada salah seorang anggota Keluarga yang kecanduan Narkoba tentu saja menjadi kejutan yang sangat menyedihkan bagi Keluarga itu. Apalagi jika sebelumnya anggota itu tdak menunjukkan tanda-tanda telah mengkonsumsi Narkoba.
Tahap terkejut dan sedih pasti akan dialami oleh siapapun juga, namun jangan berhenti sampai begitu saja semua Keluarga harus bergerak cepat agar korban Narkoba ini segera tertolong. Jika Keluarga hanya bersedih tanpa melakukan apapun sudah pasti korban ini akan semakin terjerumus dan semakin sulit untuk menyembuhkannya.
Namun, untuk menyembuhkan pecandu Narkoba bukan hal mudah. Selain Keluarga harus segera menyadarkan diri sendiri agar tidak terjebak dengan kesedihan dan merasa bersalah Keluarga juga harus berhadapan dengan korban yang sulit lepas dari lingkungan Narkobanya.
Banyak Keluarga yang tahu, untuk melepaskan korban dari lingkungan yang buruk, mereka harus mencari tempat Rehabilitasi. Namun, inipun tidak mudah mengingat tempat-tempat penyembuhan dan rehabilitasi Narkoba belum banyak tersedia, dan informasi mengenai tempat-tempat inipun relatif belum tersebar luas di masyarakat. Banyak cara dan obat yang tersedia untuk menyembuhkan pecandu Narkoba. Namun, semua cara itu sangat tergantung dengan kondisi setiap pecandu, baik itu tingkat ketergantungan, lingkungan, tekad ingin sembuh, maupun kondisi finansial.
Pusat-pusat Detoksifikasi (Penghilang racun Narkoba) dan rehabilitasi bagi pecandu Narkoba juga sangat beragam. Ada yang hanya menyediakan Detoksifikasi sehingga pasien tidak perlu menginap. Contohnya, rumah sakit, klinik, dan puskesmas. Puskesmas Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat, adalah salah satu puskesmas yang melayani detoksifikasi tanpa rawat inap.
Ada juga tempat-tempat rehabilitasi yang menyediakan tempat penginapan seperti asrama, dengan fasilitas yang lengkap, udara segar, dan pemandangan alam yang bagus. Tempat-tempat ini berbeda satu sama lain, tergantung filosofi, tujuan dari tempat tersebut, dan pasien yang disasar. Ada pusat Rehabilitasi yang berdasarkan Agama sehingga memasukkan ajaran-ajaran Agama didalam program mereka.
Lamanya program Rehabilitasi sangat bervariasi, ada yang tiga sampai empat minggu, namun ada yang mencapai lebih dari 18 bulan. Hal ini tergantung kebutuhan dan kemampuan masing-masing pasien. Program yang diberikan juga beragam. Tidak hanya detoksifikasi, tetapi juga diberikan Konseling dengan Psikolog atau Psikiater, olah raga dsb. Ada juga tempat yang menyediakan group pendukung (Support groups), seperti teman sebaya atau mantan pecandu yang sudah bebas dari pengaruh Narkoba.
Sebaiknya sebelum memilih tempat Rehabilitasi, carilah informasi mengenai tempat itu sebanyak-banyaknya. Jika mungkin, datangi tempat tersebut untuk melihat langsung apa saja program yang dijalankan dan fasilitas yang tersedia.
Pusat Rehabilitasi yang hanya memfokuskan diri pada pengobatan tanpa memberikan aktivitas bagi pasien akan membuat pasien menjadi bosan. Jika pasien hanya di isolasi tanpa ada aktivitas yang jelas, dia akan merasa tidak betah. Makanya, banyak ditemukan pasien yang kabur dari tempat isolasi itu. Aktivitas yang diselenggarakan harus mempunyai target agar terlihat jelas tahap kemajuan dari setiap pasien. Aktivitas ini juga harus dibawah pengawasan Orang yang kompeten, seperti Dokter, Psikiater, dan Psikolog. Sebaiknya setiap pusat Rehabilitasi memiliki Tenaga ahli yang siap 24 jam. Mereka akan memantau setiap kemajuan yang dicapai oleh pasien. Pasien Narkoba itu tidak hanya pisik yang harus di obati tetapi juga mental. Bahkan penyembuhan mental ini yang membutuhkan waktu lama. Oleh karena itu, ada baiknya pasien diberikan keterampilan seperti bahasa, musik, atau kerajinan tangan agar memiliki sesuatu ketika keluar nanti.
Pengobatan mental ini paling penting karena keinginan untuk mengkonsumsi Narkoba akan selalu timbul, walau telah berlalu bertahun-tahun. Apalagi jika dia berada dilingkungan yang mendorongnya untuk mengkonsumsi Narkoba lagi. Tingkat kekambuhan itu sampai 90%. Dimanapun tempat Rehabilitasi yang dipilih, sebaiknya pasien harus tetap sadar bahwa dia adalah konsumen33. Proses kesembuhan sejati harus terjadi didalam dan oleh pecandu itu sendiri. Proses yang sama harus dialami pula oleh mereka yang paling dekat dengan kehidupan pecandu utama. Semua pihak tersebut harus berubah dan kembali melanjutkan hidup keseharian dalam keadaan sehat secara pisik, mental, spiritual dan sosial. Perjalanan panjang dan penuh perjuangan. Namun langkah pertama yang diambil oleh si pecandu dengan mendatangi panti Rehabilitasi adalah langkah awal yang paling penting dan sangat besar.
Kesembuhan merupakan suatu proses berkelanjutan dari keadaan sakit menuju keadaan pulihnya kesehatan dengan terapi-terapi yang sesuai. Kadang-kadang Orang membutuhkan pendamping yang profesional, disertai terapi-terapi yang lebih canggih dan rumit. Penyakit Narkoba sangatlah spesifik, ia bercorak multi dimensional. Ia memporak porandakan seluruh kepribadian korbannya secara fisik, mental, sosial dan spiritual. Semuanya menjadi kacau seperti benang kusut. Kunci dari kesembuhannya adalah keputusan pribadi untuk menjadi sembuh. Dengan demikian, proses kesembuhan mulai terjadi.
Proses kesembuhan Narkoba memang lain dari pada yang lain. Pertama-tama ia merupakan proses re-orientasi diri (Memutar haluan hidup) menuju sasaran yang semestinya yaitu dari keadaan kacau menuju keadaan sehat jiwa, raga, roh dan sosial. Ia merupakan proses aktualisasi diri secara baru lewat proses belajar yang berkelanjutan untuk hidup secara bermakna, berkualitas dan bahagia tanpa harus bergantung pada Narkoba. Selanjutnya ia adalah proses hidup secara konperensif, terpadu dan holistik lewat berbagai terapi yang relevan bagi perkembangan si penderita. Tetapi kedua proses tersebut saling mengisi dan saling melengkapi sebagai satu kesatuan bagaikan jiwa dan badan. Program kesembuhan perlu dipelihara terus sebab penyakit Narkoba sejujurnya tidak pernah tuntas secara mutlak. Tekad untuk bersih Narkoba adalah pilihan secara sadar setelah banyak pengalaman pahit. Mantan pecandu semakin berubah pula sehingga semakin bermutu, cemerlang dan tepat dalam pikiran-pikiran maupun sasaran hidupnya dengan kata lain perubahan terjadi sepanjang hidup.
E. Kesimpulan/Penutup
Sebagai penutup makalah yang masih jauh dari kesempurnaan ini, ijinkan lah Saya untuk menyimpulkannya. Sebagaimana yang telah kita ketahui secara bersama bahwa bahaya dari peredaraan dari Narkoba itu sudah sangat menghawatirkan seluruh Manusia. Karena Narkoba telah merusak segalanya, merusak tatanan hidup Manusia. Narkoba adalah “Mesin pembunuh baru” yang sangat bahaya. Narkoba tidak memandang siapa dan bagaimana mangsa yang akan di renggutnya. Apakah itu Tua-muda, Kaya-miskin, Kecil-besar. Narkoba tidak memandang tempat, kapan dan dimana saja Narkoba menerkam setiap mangsanya, dari desa-desa, kota-kota, pulau-pulau, negara-negara, lintas budaya, lintas bangsa dan benua-benua semua di terjang oleh Narkoba tersebut. Bahkan bukan itu saja, Keluarga yang selama ini dianggap benteng paling kokoh sekalipun ternyata di bobol oleh Narkoba tersebut. Masalah Narkoba tidak lagi hanya terjadi di Keluarga-keluarga saja, bahkan telah menjadi masalah di Gereja, Masyarakat, Negara dan Dunia International.
Gereja ditantang untuk lebih serius memahami dan mengantisispasi bahaya Narkoba ini. Karena para korban Narkoba tersebut banyak juga adalah anggota dari Gereja, dengan demikian Gereja diajak untuk ikut bekerja sama atau bertanggung jawab untuk mengatasi masalah ini karena Gereja juga salah satu benteng Moral yang kokoh untuk mengantisipasi Bahaya Narkoba tersebut.
Hanya satu kata, Narkoba adalah musuh kita bersama, Narkoba adalah mesin Pembunuh (mesin Penghancur Manusia) mari kita katakan “Tidak terhadap Narkoba” karena Narkoba sangat berbahaya. Maka itu dimulai dari Diri, Keluarga, Pemerintah, Para Ahli, Gereja, Media, LSM, Pekerja Sosial, Tokoh Masyarakat, Tokoh Budaya, aparat Hukum dan Semua lapisan masyarakat untuk bersatu melawan atau menghadapi Bahaya Narkoba ini. Lebih baik mencegah daripada mengobati, untuk itu mari bersama-sama mengantisipasinya. Dengan demikian Gereja sebagai persekutuan Orang-orang percaya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar untuk menghadapai masalah Bahaya Narkoba ini, dan ikut berpartisipasi dalam wujud yang nyata mengayomi, melayani dan mengasihi para korban Narkoba, serta dengan tegas menolak segala jenis Narkoba dan harus anti terhadap Narkoba.
Sangat dibutuhkan tenaga-tenaga atau para pekerja Sosial yang Lintas Budaya di Negeri Indonesia yang terdiri dari banyak Suku dan Bangsa ini, bukan tidak mungkin Gereja dan Pemerintah bisa bekerja sama dalam menghadapi yang namanya Masalah Narkoba ini. Gereja harus mampu bekerja sebagai Profesional, dan bila ada Panti-panti Rehabilitasi maupun Pusat-pusat Konseling yang dimiliki oleh Gereja-gereja nantinya harus melayani semua lapisan Masyarakat yang terkena Imbas dari Bahaya dan Dampak Narkoba tersebut. Sekali lagi Salam Anti Narkoba!!

Kepustakaan
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Gandum Mas dan LAI, Malang, 2006.
Clinebell Howard, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, Kanisius, Yogyakarta, 2002.
Corey Gerald, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Refika Aditama, Bandung, 2007.
Hill Margaret Dkk, Menyembuhkan Luka Batin Akibat Trauma, Gloria Graffa, Yayasan Karunia Bakti Budaya Indonesia, Yogyakarta, 2006.
Joewana Satya Dkk, Narkoba Petunjuk Praktis Bagi Keluarga Untuk Mencegah Penyalahgunaan Narkoba, Media Pessindo, Yogyakarta, 2002.
Krisetya Mesach, Konseling Pernikahan Dan Keluarga, UKSW Salatiga, 2008.
Kompas, Keluarga Anti N, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2006.
Matsumoto David, Pengantar Psikologi Lintas Budaya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004.
McLEOD JHON, Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, Kencana Pradana Media Group, Jakarta, 2006.
MEIER PAUL D Dkk, Pengantar Psikologi & Konseling Kristen, Andi, Yogyakarta, 2004.
PKBI DIY, Perjuangan Memecah Tabu, Dinas Kesehatan Prov DIY dan Global Fund, Yogyakarta, 2007.
PKBI DIY, Waria Kami Memang Ada, Dinas Kesehatan Prov DIY dan Global Fund, Yogyakarta, 2007.
Poyk Jonathans Fanny, Sebuah Kesaksian Narkoba Sayonara, Erlangga, Jakarta, 2006.
Sinukaban Masada, Skripsi BAHAYA NARKOBA, STT Abdi Sabda Medan, 2003.
Tumanggor Samuel, Orang Nasrani Pandu Bangsamu, Satu-Satu, Bandung, 2007.
Tu'u Tulus, Dasar-Dasar konseling Pastoral, Andi, Yogyakarta, 2007.
Van Beek Aart Martin, Konseling Pastoral Sebuah Buku Pegangan Bagi Para Penolong di Indonesia, Satya Wacana, Semarang, 1987.
Wiryasaputra Totok S, Pengantar Pekerjaan Sosial di Rumah Sakit, Rs Betesda dan Pelkesi, Yogyakarta, 1988.
Wiryasaputra Totok S, Ready To Care, Galang Press, Yogyakarta, 2006.
Yeo Anthony, Konseling Suatu Pendekatan Pemecahan Masalah, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2002.
Majalah :
1. Jurnal Shema, Yayasan Shema Volume 2, Semarang, 2006.



[1] H. Masruhi Sudiro, Islam Melawan Narkoba, (Madani Pustaka, Yogyakarta, 2000), 14
[2] Kata narkotika diambil dari bahasa Inggris, “Natcotics”yang artinya obat bius dan bahasa Yunani “Narcosi” yang artinya peniduran/pembiusan. Menurut pasal 1 No 1 UU No 22/1997, Narkotika adalah :Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika yang bersumber dari luar negeri berupa Kokain bersumber dari kolumbia, sedangkan heroin dan jenisnya berasal dari segitiga emas (Laos, Birma dan Thailand). Sedangkan Narkotika yang bersumber dari dalam negeri berupa ganja yang banyak ditemukan diberbagai daerah, namun wilayah Aceh merupakan penghasilan terbesar saat ini, diluar negeri hal ini cukup digemari karena mengandung Tetra Hidrocan Nabinal (THN), kutipan dari makalah Direktorat Binmas Polda Sumut.
[3] Majalah Gatra, 21 September 2002, 24.
[4] Harian Kompas, 19 Januari 2002.
[5] Ibid.
[6] Majalah Gatra, 24.
[7] Harian Sib, 23 April 2002, 1.
[8] Majalah Tempo, 16 Desember 2001, 70.
[9] Majalah Forum Keadilan, 2 Juni 2002, 47.
[10] Majalah Gatra, 21 September 2002, 27.
[11] Harian Medan Pos, 3 Juni 2002, 1.
[12] Herlianto, Ecstasy dan Putaw, (Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 2000), 32.
[13] Herlianto, Ecstasy dan Putaw, (Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 2000), 56.
[14] Herlianto, Ecstasy dan Putaw, (Yayasan Kalam Hidup, Bandung), 11-14.
[15] Dwi Yanny L, Narkoba Pencegahan dan Penanganannya , (Elex Media Komputindo, Jakarta, 2001), 6-7.
16 Islam Melawan Narkoba, 24.
17 Dwi Yanny L, Narkoba Pencegahan dan Penanganannya, (Elex Media Komputindo, Jakarta, 2001), 8-9.
18 Ibid, 9.
19 Islam Melawan Narkoba, 18-19
20 Ibid, 20
21 Ibid, 9-10

22 Ecstasy dan Putaw, 35.
23 Narkoba Pencegahan dan Penanganannya, 10-11
24 Mesach Krisetya, Konseling Pernikahan dan Keluarga , (Seri Pastoral dan Konseling 2008), 30-31
25 Kompas, Keluarga Anti N, (Kompas Media Nusantara, Jakarta , 2006), 35-36
26 Totok S.Wiryasaputra, Ready To Care, (Galang Perss, Yogyakarta 2007), 79
27 Aart Martin Van Beek, Konseling Pastoral, (Satya Wacana, Semarang, 1987), 33
28 Howard Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, (Kanisius, Yogyakarta 2002), 148-149
29 Totok S. Wiryasaputra, Ready To Care, (Galang Press, Yogyakarta 2006), 166
30 JHON McLEOD, Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, (Kencana Predana Media Group, Jakarta 2006), 145
31 Anthony Yeo, Konseling Suatu Pendekatan Pemecahan Masalah, (BPK Gunung Mulia, Jakarta 2002), 247
32 Satya Joewana Dkk, Narkoba Petunjuk Praktis Bagi Keluarga Untuk Mencegah Penyalahgunaan Narkoba, (Media Pressindo, Yogyakarta 2001), 75
33 Kompas, Keluarga Anti N, (Kompas Media Nusantara, Jakarta 2006) 136-139
Kerusakan Hutan dan Pemanasaan Global
Tanggung Jawab Kita Bersama

Pendahuluan

Setiap 12 detik, menurut data Bank Dunia 2002, satu lapangan bola Hutan tropis Indonesia lenyap. Saban tahun rimba seluas 40 kali wilayah Jakarta hilang dari peta. Negara rugi 45 triliun pertahun. Indonesia juga menyandang gelar juara pertama “lomba” merusak hutan sedunia, dengan “melenyapkan” hutan tropisnya setiap tahun. Akibat buruknya bisa datang setiap saat. Banjir, longsor, susutnya air, kerusakan ekologi, lingkungan hidup, pancaroba cuaca, dan masih banyak lagi [1].
Kerusakan hutan di Indonesia secara langsung maupun tidak langsung mengakibatkan Pemanasan Global atau Global Warming yang berdampak/mengakibatkan terjadinya Perubahan Iklim. Harus diakui bahwa Indonesia memang sempat mengalami perusakan hutan yang cukup besar. Dari hasil pengamatan citra landsat tahun 2000 diketahui bahwa perusakan hutan periode1997-2000 mencapai 2,83 juta hektar pertahun untuk lima pulau besar, termasuk Maluku dan Papua. Hutan Indonesia yang selama ini dikenal sebagai paru-paru Dunia, kini telah berubah fungsi. Fungsi hutan Indonesia yang sangat baik untuk menyerap racun karbon dioksida atau gas beracun sekaligus juga menjadi pembersih udara di Bumi ini. Kini hanya tinggal kenangan Akibat perusakan hutan Indonesia oleh para pelaku perambah hutan atau pelaku illeggal loging maka fungsi hutan yang selama ini sebagai pengaman dan pembersih udara di bumi kini telah musnah. Hutan tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Hal inilah yang mengakibatkan Pemanasan Global atau Global Warming yang berdampak terhadap Perubahan Iklim semakin cepat terjadi.
Meski bila di cermati, penyebab utama Pemanasan Global atau Global Warming tersebut ada 4. Satu, dari kelistrikan yang menyumbang 42 persen, dua transfortasi 24 persen, industri sekitar 20 persen, dan sisanya kependudukan serta penggunaan barang-barang komersial 14 persen. Hutan yang rusak sekalipun bukan penyebab utama emisi karbon atau yang dikenal dengan gas karbon dioksida. Namun perlu disadari bahwa fungsi hutan adalah menyerap emisi karbon. Jadi, dengan rusaknya hutan maka berdampak kepada pemanasan global atau perubahan iklim.
Pemanasaan Global atau Global Warming yang terjadi di Bumi kita ini adalah “Sumbangan” dari Negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat yang telah menyumbang gas emisi karbon sebanyak 24 persen, China 14 persen, Rusia 6 persen, sisanya industri raksasa Jepang serta India menyumbang 5 persen.
Meskipun tiga perempat (75%) dari emisi karbon disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil, perusakan hutan yang disebabkan oleh penebangan liar, kebakaran hutan dan perubahan fungsi lahan hutan tetap dianggap memperparah terjadinya emisi karbon yang menyebabkan Pemanasan Global atau Global Warming yang pada akhirnya mengakibatkan Perubahan Iklim. Akibat dari Pemanasan Global atau Global Warming tersebut adalah terjadinya pencairan es di kutub yang menciutkan cairan es artik 2,7 persen per dekade. Meningkatnya tinggi muka air laut 0.5 mili meter pertahun, kenaikan suhu rata-rata dunia 0,13 derajat celcius dan badai yang sering kita rasakan [2].
Kerusakan hutan yang berakibat Pemanasan Global ini juga bisa menyebabkan lapisan ozon berlubang dan ternyata mengakibatkan munculnya berbagai macam penyakit. Seperti malaria, demam berdarah, penurunan imunnitas tubuh hingga kemasalah lingkungan hidup. Pemanasaan global atau perubahan iklim juga mengakibatkan naiknya permukaan air laut, kekeringan dan juga kebanjiran. Bencana-bencana tersebut dapat kita saksikan di televisi. Berbagai daerah pantai Indonesia diterjang banjir dan air pasang laut yang cukup tinggi berkisar 2-3 meter diantaranya di teluk Jakarta (daerah Jakarta Utara) dan Tangerang. Yang tak kalah mengerikan adalah Pemanasan Global ini bila tidak segera di antisipasi maka bisa juga menenggelamkan pulau-pulau kecil di Indonesia [3]. Suka atau tidak suka, bencana-bencana itu akan melanda Bumi kita ini silih berganti, dia pasti akan datang. Maka tidak terhitunglah jumlah yang akan menjadi korbannya, baik itu manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, air, udara, tanah, lingkungan hidup, bahkan alam ini yang tak dapat di gantikan lagi.
Bumi kita sedang diancam kehancuran? Sangat di butuhkan sebenarnya sebuah gerakan kepedulian bersama demi penyelamatan Bumi kita yang memang hanya satu-satunya ini. Pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat harus bersama-sama menyatukan kekuatan. Dan hal ini tidak bisa ditunda-tunda lagi karena sudah merupakan sebuah ancaman bagi kelangsungan hidup manusia. Akar masalah ini semua adalah dari sifat keserakahan manusia itu sendiri, yang selalu mau menguasai atau mendominasi alam ciptaan Tuhan. Manusia yang sebenarnya memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menjaga, melestarikan dan memelihara Bumi ini tapi sebaliknya menghancurkannya demi kepentingan pribadi atau kelompoknya saja. Sifat kekerasan manusia terhadap ciptaan yang lain juga menyebabkan Pemanasan Global atau Global Warming ini. Maka dari itu sebenarnya manusialah satu-satunya makhluf yang paling bertanggung jawab atas bencana Pemanasan Global atau Global Warming yang berdampak terhadap Perubahan Iklim di Bumi kita ini.

Kekerasan dan Eksploitasi terhadap Hutan
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kekerasan diartikan perbuatan seseorang dan kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan manusia bukanlah insting (naluri) melainkan tindakan yang disengaja. Kekerasan tidak hanya melibatkan tindakan individual, namun dapat pula tertanam dalam struktur, politik dan ekonomi, yang secara sistematik mensubordinasi orang terhadap yang lain. Dalam Perjanjian Baru, Pemerintah dan Penguasa yang memerintah dunia ini tampak sebagai sumber kekerasan, dan mereka memang kehadiran kejahatan. Penguasa dan Pemerintah, sebagaimana adanya, merupakan personalitas lembaga-lembaga tersebut. Penguasa-penguasa ini diperkuat dan di topang oleh keputusan-keputusan Individual, namun mereka tampaknya melampaui kekuasaan individu-individu. Ketika mereka di rusak oleh pola-pola berdosa, mereka menjadi penguasa demonis dan memperbudak seluruh masyarakat dalam pola-pola berpikir dan bertindak yang destruktif [4].
Kekerasan mungkin juga dapat di defenisikan sebagai usaha individu atau kelompok untuk memaksakan kehendaknya terhadap orang lain melalui cara-cara non verbal, verbal atau fisik yang menimbulkan luka psikologis dan fisik. Kekerasan secara langsung diperkuat oleh kekerasan budaya dan struktural. Kekerasan-kekerasan yang terjadi terhadap hutan ataupun yang lainnya dilakukan oleh manusia itu demi keuntungan pribadi atau kenikmatan sendiri tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi setelah melakukan kekerasan atau eksploitasi terhadap hutan tersebut. Sehingga Bumi ini menuju kehancuran. Pemanfaatan atau pendayagunaan hutan demi keuntungan sendiri atau kelompoknya adalah sebuah tindakan yang sangat tidak di benarkan. Faktor kekuasaan atau individu sangat berpengaruh terhadap kehancuran hutan ini. Sistem dominasi legal rasional yang bertumpu pada kekuatan hukum formal dan impersonal. Dominasi terkait fungsi bukan person.
Kekuasaan dalam organisasi di justifikasi lewat kompetensi rasionalitas pilihan. Hal ini paling sering di gunakan oleh para cukong-cukong atau mafia perambah hutan untuk melegitimasi setiap kegiatan mereka untuk mengeksploitasi hutan mengatasnamakan penguasa atau power. Agar dalam setiap kegiatan mereka dalam melakukan perambahan hutan seolah-olah memiliki ijin alias legal namun pada kenyataan selalu ada KKN.
Penyalahgunaan kekuasaan inilah yang banyak terjadi sehingga ideologi yang mereka pakai adalah dominasi kekuasaan atau power dari individu yang berkuasa dalam sebuah pemerintahan (sering kita kenal dengan istilah beking). Sistem ideologi yang mereka anut adalah ideologi yang di cermati dari banyak konsep dan pengertian yang mereka anut dengan maksud tujuan masing-masing dalam pengertian ideologi yang deskriptif atau pejoratif. Ideologi yang menjadi sebuah sistem penjelasan tentang eksistensi suatu kelompok sosial serta merasionalisasikan suatu bentuk kekuasaan. Dengan demikian, ideologi memiliki fungsi mempolakan, mengkonsolidasikan dan menciptakan arti dalam tindakan di dalam masyarakat [5].
Salah satu contoh yang menggunakan dominasi kekuasaan atau power dalam sebuah pemerintahan, sebut saja kasus perambahan hutan atau perusakan hutan lindung yang terjadi di provinsi Riau. Polda Riau dengan tegas menyapu bersih semua para pelaku perambahan hutan atau pelaku ileggal logging yang ada di provinsi Riau, diantara pelaku perambah hutan itu tertangkaplah dua pelaku perambah Hutan Riau yang sudah puluhan tahun menghancurkan hutan di propinsi ini. Dua perusahaan raksasa bubur kertas (Pulp Paper), yaitu PT Indah Kiat dan PT RAPP [6]. Penangkapan kedua perusahaan raksasa ini adalah perintah dari Kapolri Sutanto kepada Kapolda Riau Brigjen Sutjiptadi yang benar-benar menindak para pelaku Illeggal Logging atau Perambah Hutan dengan tidak melihat siapa pemilik atau pun Beking Perusahaan tersebut.
Ini berlaku bukan hanya bagi polda Riau tapi menyeluruh. Karena ini adalah kebijakan kapolri selaku pemimpin aparat kepolisian yang tertinggi. Demi menegakkan supremasi hukum dan keadilan di negeri ini. Sehingga secara serentak Polda-polda yang ada di seluruh Indonesia dengan tegas pula menangkap siapapun dalang dari Perambah-perambah hutan tersebut. Salah satu diantaranya polda Riau yang berhasil menangkap Perusahan-perusahaan Raksasa yang telah jelas-jelas melakukan Perusakan Hutan di Riau, dengan memanfaatkan ijin yang ada, lalu di salah gunakan oleh perusahaan tersebut untuk merambah hutan Riau. Namun apa yang terjadi? Ketika Polri bermaksud menegakkan hukum dan menangkap para pelaku perambah hutan, ternyata tidak sejalan dengan Departemen Kehutanan.
Departemen ini menganggap Polda Riau kebablasan menangkap perusahaan-perusahaan yang memiliki ijin, padahal jelas-jelas perusahan tersebut telah menyalahgunakan ijinnya (misalnya PT atau perusahan itu memiliki ijin HPH hutan seluas 10000 hektar tapi hutan yang di tebang seluas 20000 hektar) sehingga Polda Riau berani menangkap mereka. Polda Riau sebenarnya telah memiliki bukti dan alasan yang cukup kuat untuk menangkap perusahaan-perusahaan nakal tersebut. Namun sekali lagi Polda Riau tetap berbeda pendapat dengan Departemen Kehutanan. Sepertinya departemen ini membela perusahan yang telah jelas-jelas menghancurkan hutan di Riau. Apakah kasus ini jadi diusut? Ternyata tidak, Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban melapor ke Presiden agar kasus itu di hentikan, karena bila hal itu tidak di hentikan maka dua perusahaan raksasa bubur kertas akan berhenti dan ratusan ribu karyawan-ti akan menganggur, serta negara dirugikan Triliunan rupiah karena kedua Perusahan itu telah menyumbang Devisa Negara dan membayar pajak yang cukup tinggi. Dengan alasan yang kelihatan masuk akal maka penyidikan kasus Perambahan Hutan di Riau pun di hentikan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk tim khusus pemberantasan Ileggal Logging yang di Ketuai Menkopolhukam Widodo AS, Praktis polisi berhenti menangkap para dalang Penghancur Hutan Riau karena Presiden membentuk tim yang baru [7].
Kembali, hal ini disebabkan oleh faktor Penguasa dan Kepentingan Pribadi dan Kelompok yang pada akhirnya sangat merugikan Negara. Hanya karena pemilik kedua perusahan itu memiliki kedekatan terhadap pemerintah yang berkuasa saat ini sehingga kejahatan yang mereka lakukan pun seolah-olah dapat di tutupi. Padahal kerusakan hutan yang diakibatkan oleh kedua perusaahan raksasa ini telah menghancurkan 3 juta hektar dari 5 juta hektar hutan yang ada di Riau. Sebenarnya negara sangat di rugikan dari perbuatan penjarahan atau perusakan hutan ini. Coba kita bayangkan saja berapa species binatang yang punah, keanekaragaman hayati yang musnah, akibatnya Riau semakin panas, sering terjadi banjir, longsor, dan kerusakan ekosistem alam yang tidak bisa di nilai dengan uang. Kerusakan hutan Riau yang sangat luar biasa ini juga salah satu penyumbang semakin cepatnya terjadi pemanasan global atau perubahan iklim di Bumi.
Namun sekali lagi inilah politik dominasi kekuasaan kelompok atau power individu. Meskipun rakyat dan negara sangat banyak yang menjadi korban tapi bila para perambah hutan itu dekat dengan penguasa maka apapun yang dia lakukan tidak tersentuh oleh hukum, mereka bebas melenggang kangkung kesana kemari tanpa pernah takut di tangkap oleh aparat penegak hukum karena penguasa atau pemerintah tertinggi di negeri ini melakukan sebuah ijin pembiaran terhadap mereka. Walaupun perusahan-perushaan itu telah melakukan penyalahgunaan ijin penguasaan hutan. Tapi inilah yang terjadi hutan kita di Riau semakin hancur.
Tidak tertutup kemungkinan, mungkin juga kasus-kasus perambahan hutan di Riau memiliki kesamaan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Coba kita bayangkan berapa juta hektar hutan Indonesia yang telah luluh lantak oleh para pelaku perambah hutan itu. Kembali kepada masyarakatlah yang menilai bagaimana kepemimpinan pemerintahan ini yang telah jelas-jelas membiarkan penghancuran hutan. Padahal akibatnya sangat berbahaya yaitu terjadinya pemanasan global atau perubahan iklim. Bila perusakan hutan ini terus terjadi maka bersiaplah menghadapi bencana-bencana yang akan datang silih berganti melanda negeri kita Indonesia. Bila para cukong-cukong perambah hutan itu masih seenaknya saja menghabisi hutan di bumi Indonesia ini.

3.Kerusakan Hutan di Indonesia
Luas hutan di Indonesia di laporkan terus menurun. Di tahun 1966 tercatat luas hutan Indonesia berjumlah 144 juta hektar, tetapi di tahun 1990 angka ini menurun menjadi 119,7 juta hektar[8]. Kerusakan hutan di Indonesia semakin parah dan terus berlanjut, secara Nasional menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menyebut angka kerusakan hutan dan lahan di Indonesia 59,2 juta hektar (2006) laju kerusakan 1,19 juta hektar pertahun. Beliau juga mengutip data departemen kehutanan, Rachmat menyatakan tahun 2002-2003 luas lahan berhutan di Indonesia masih 92,9 juta hektar tapi tahun 2005 tinggal 70, 8 juta hektar [9]. Angka-angka tersebut patut membuat orang Indonesia merenungkan secara lebih mendalam akibat-akibat penghancuran hutan yang cukup cepat di tanah air kita.
Kerusakan hutan yang besar-besaran itu akan ikut mempengaruhi Pemanasan Global atau Global Warming dan juga menghancurkan kekayaan keanekaragaman hayati yang selama ini menjadi kebanggaan kita bangsa Indonesia. Kini telah musnah. Sekali hutan kita telah hancur maka tidak akan mungkin kembali tumbuh seperti semula.

4.Kerusakan Hutan di Dunia
Menurut Peta Lingkungan yang di terbitkan tahun 1990, tersisa kurang lebih 50% hutan tropis yang asli, yakni 750-800 juta hektar dari keseluruhan hutan tropis yang di perkirakan 1,5 milyar-1,6 milyar hektar. Namun saat ini persentase hutan yang tinggal sudah pasti lebih kecil dari data ini.Sehingga dapat dimengerti akibat dari kehancuran hutan ini adalah terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim yang merupakan bencana yang sangat dasyat di abad ini. Kerusakan hutan di muka bumi ini adalah tanggung jawab kita bersama, karena yang menghancurkan hutan juga adalah manusia, bukan binatang atau yang lain.

5. Fungsi-Fungsi Hutan bagi Kehidupan
Fugsi hutan Indonesia ada tiga jenis antara lain hutan konservasi, hutan produksi dan tanaman kehutanan atau kebun kayu. Hutan konservasi meliputi hutan lindung dan hutan suaka alam. Hutan produksi meliputi hutan yang saat ini sebagian arealnya dikelola dengan sistem HPH. Kebun kayu meliputi tanaman jati, tanaman pinus dan hutan tanaman industri (HTI) yang akan dibangun di berbagai tempat. Ketiganya sangat berbeda, baik sosok tegakannya, fungsi utamanya, dan metode pengelolaaannya.
Hutan konservasi tegakannya berlapis, fungsi utama ekologi ialah tidak boleh disentuh pembalakan atau perambahan. Kebun kayu tegakannya bersosok kebun dan fungsi utama untuk perekonomian. Kalau hutan konservasi berfungsi ekologi dan kebun kayu berfungsi ekonomi, hutan (alam) produksi berfungsi keduanya, ekologi dan ekonomi. Kedua fungsi ini tidak terpisah, ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan sekalipun dapat dengan mudah di bedakan. Meskipun berbeda, ketiganya tidak boleh disamakan. Kita salah kalau mengatakan melestarikan hutan, padahal membangun kebun kayu acacia mangium atau sengon. Tanaman acacia mangium itu sama saja dengan kebun karet atau kebun kelapa, sama-sama menghasilkan kayu tapi tidak sama dengan hutan. Di Sabah, kebun kayu di sebut “ladang kayu”, di Afrika dan di banyak tempat kebun kayu di sebut “plantation” atau “timber estate”. Hutan dan kebun kayu itu jauh sekali bedanya. Kita belum mengetahui fungsi hutan sebenarnya, dan mungkin kita tidak akan pernah tahu. Kita bisa melihat bagaimana negara yang mengubah hutannya menjadi padang rumput, lahan pertanian atau kebun kayu. Disana populasi burung melonjak.
Burung yang banyak itu melahap kawat listrik, mengganggu lapangan terbang dan memusnahkan berbagai jenis serangga.
Nah, bila serangga habis, manusia bisa musnah di makan penyakit. Sebab yang melawan bibit penyakit itu, termasuk serangga. Fungsi hutan yang utama adalah tempat tinggal ratusan juta jenis mahkluf hidup Tuhan. Di dalam hutan, mahkluf hidup yang jutaan itu hidup saling tergantung satu sama lain sehingga jumlah mereka tetap seimbang, tidak ada yang muncul menjadi pembunuh massal makhluf lain bila luas hutan menciut, keseimbangan itu akan terganggu dan makhluf pembunuh massal itu bisa saja muncul. Untuk menghindari hal itu luas hutan tidak boleh menciut banyak[10].
Melihat fungsi hutan yang sangat luar biasa maka seharusnya manusia wajib bertanggung jawab untuk menjaga dan melestarikannya, karena fungsi hutan sangat baik bagi kehidupan makhluf hidup di muka bumi ini dan bukan malah merusaknya.

6. Kerusakan Hutan mengakibatkan terjadinya Pemanasan Global
Yang dimaksud dengan Pemanasan Global ialah naiknya suhu permukaan bumi karena naiknya intensitas efek rumah kaca (ERK). ERK sendiri sangatlah berguna, karena tanpa adanya ERK rata-rata suhu permukaan bumi adalah -18 derajat celcius. Dengan adanya ERK suhu rata-rata permukaan bumi ialah 15 derajat celcius. ERK terjadi karena sinar infra merah yang di pancarkan kembali oleh bumi terserap oleh gas tertentu yang di sebut gas rumah kaca (GRK). GRK terpenting ialah CO2, CFC, metan, ozon dan N2O, masing-masing kurang dari 10% dengan demikian pada waktu ini GRK terpenting ialah CO2 disusul CFC.
Pemantauan atmosfir bumi menunjukkan kadar GRK menunjukkan gejala meningkat. Karena itu orang sangat khawatir, intensitas ERK akan naik sehingga suhu permukaan bumi juga akan naik. Berdasarakan atas hasil pemantauan itu orang memproyeksikan suhu akan naik 3 derajat celciaus. Pada kira-kira tahun 2030. Karena pengetahuan para pakar tentang ERK masih jauh dari sempurna, maka perkiraan tentang kenaikan suhu masih berbeda, bahkan ada yang memperkirakan akan terjadi pendinginan karena adanya umpan balik negatif, antara lain dari uap air. Namun demikian, meskipun masih banyak ketidak pastian, karena Pemanasan Global akan mempunyai dampak yang besar terhadap kesejahteraan manusia pada umumnya, seyogianyalah kita berusaha untuk mengurangi terjadinya Pemanasan Global.
Salah satu penyebab kenaikan CO2 yang merupakan GRK terpenting ialah penebangan hutan dan pembakaran biomassanya serta konversi hutan menjadi tataguna lahan nir-hutan. Dengan ini karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas kedalam atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara melalui fotosintesis hutan berkurang. Kemampuan penyerapan CO2 dan penyimapanan karbon disebut endapan (sink) karbon. Selain hutan, laut merupakan pula endapan karbon yang besar. Setelah hutan di tebang, sinar matahari dapat langsung mengenai permukaan-permukaan tanah [11]. Dengan kenaikan suhu itu dekomposisi bahan organik di atas tanah dan dan di dalam tanah di percepat, sehingga terlepaslah karbon yang tersimpan dalam bahan organik itu. Tindakan penebangan hutan di daerah tropik akhir-akhir ini banyak terjadi, sehingga timbullah tuduhan bahwa kehancuran hutan tropik ini merupakan penyebab utama terjadinya Pemanasan Global. Meskipun akibat terjadinya Pemanasan Global atau Global Warming ini bukan saja dari akibat penghancuran hutan. Banyak faktor-faktor yang lain. Akan tetapi sudah pasti Kehancuran Hutan adalah salah satu faktor yang mempercepat terjadinya Pemanasan Global atau Global Warming yang berdampak terhadap Perubahan Iklim di Bumi kita ini.

7Ekologi dan Pemahaman Alkitabiah
Dalam kejadian 1, manusia di ciptakan terakhir. Hal ini mencerminkan penyembahan karena dalam prosesi liturgi figur yang paling penting datang belakangan. Baru kita kemudian belajar bahwa manusia adalah laki-laki dan perempuan. Sebaliknya, dalam kejadian 2, laki-laki diciptakan terlebih dahulu untuk mengusahakan tanah, diikuti oleh perempuan. Dalam kejadian 2, penamaan binatang-binatang oleh manusia mengungkapkan pembentukan aturan /hukum.
Kejadian 1-2 dan keluaran 14. Kesejajaran antara keluaran 14 dan kejadian 1-2 mencakup firman dan tindakan Allah sehingga tanah kering kelihatan melalui pemisahan dengan air. Pembebasan menjadi tindakan kemahakuasaan Allah Pencipta. Penciptaan menjadi tindakan Allah Pembebas yang menghendaki kebebasan bukan hanya bagi Israel, melainkan bagi seluruh umat manusia.
Bangsa Israel ditemukan oleh Allah yang telah membebaskan mereka dari perhambaan di Mesir. Allah telah bertindak dalam sejarah atas nama mareka. Dalam konteks pembuangan mereka mengingat tindakan Allah. Allah tidak hanya bertindak dalam sejarah, tetapi menciptakan sejarah.
Hubungan antara manusia dan ciptaan berasal dari berkat Allah dan perintah dalam kejadian 1:28 untuk “menaklukkan” bumi dan “berkuasa” atas semua mahluk hidup. Ayat itu sangat bermakna karena segera mengikuti pernyataan Allah tentang tempat khusus manusia, laki-laki dan perempuan, yang diciptakan sebagai gambar Allah. Banyak sarjana berusaha mencari hubungan langsung kedua ayat ini sehingga kesegambaran dengan Allah ditafsirkan sebagai tugas menguasai ciptaan. Perintah untuk memerintah/menguasai sejajar dengan raja sebagai gembala yang kekuasaannya adalah untuk kepentingan/keuntungan gembalaannya. Perintah untuk “menaklukkan” seolah-olah mengisyaratkan kekuasaan yang sangat kuat atas bumi untuk tujuan manusia. Akan tetapi, analisis eksegetis menunjukkan bahwa kata itu hanya menunjukkan pengusahaan bumi, bukan dorongan untuk memperlakukan binatang-binatang dengan kasar. Dalam sejarah penafsiran Kristen tentang teks tersebut, kata-kata itu pernah diartikan sebagai surat izin untuk mengeksploitasi bumi bagi keuntungan manusia. Penafsiran seperti itu tampaknya didorong oleh keberhasilan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi dan kekuasaan manusia.
Penafsiran tradisional yang mempertahankan superioritas manusia atas binatang-binatang menggambarkan gagasan tentang hubungan yang unik antara manusia dan Allah. Keunikan hubungan itu didasarkan atas penamaan Alkitab bahwa hanya manusia yang diciptakan sebagai gambar Allah sebagaimana dijelaskan dalam kejadian 1:27. Keunikan hubungan Allah dengan manusia ini telah menimbulkan pemahaman tentang penatalayanan. 6
Manusia diciptakan sebagai gambar Allah karena perannya selaku penatalayan atau pelaksana atas ciptaan. Pertanyaan yang muncul dalam pikiran kita ialah apakah gagasan tentang penatalayanan ini cukup menandingi naluri manusia yang suka mengeksploitasi? Beberapa teolog modern percaya bahwa penatalayanan sendiri akan memberikan terlalu banyak prioritas pada kepentingan manusia karena gagasan penatalayanan menandakan sumber-sumber. Kalau kita memandang pengelolaan alam sebagai tempat untuk ditata sangat gampang mengeksploitasinya daripada kalau kita memandang bumi dan semua yang ada didalamnya memiliki nilai didalam diri mereka sendiri.
Sejarah kebudayaan menunjukkan bahwa pendekatan yang melulu manusiawi atau antroposentrik menjadi gagasan yang hanya terdapat dalam cerita penciptaan Yahudi/Kristen. Ada unsur antroposentris yang sangat kuat dalam gagasan-gagasan filosofis Yunani, khususnya dalam filsafat Stoa. Pemikiran Kristen muncul dari perkawinan pemikiran Yunani dan Ibrani yang kemungkinan menyumbangkan sikap ambivalen kekristenan terhadap lingkungan alam. Hal ini memperlemah pendapat yang mendiskreditkan kekristenan sebagai sumber tidak langsung penyebab krisis ekologis karena sikap antroposentrik adalah bagian dari kebudayaan yang sangat luas. Barang kali benar bahwa ada penafsiran yang keliru yang mendorong dilalaikannya penghargaan kepada seluruh ciptaan. Sehingga yang seharusnya ciptaan itu di “kuasai” dalam arti di “jaga dan di lestarikan” namun pada kenyataan dieksploitasi oleh manusia. Demi keuntungan dari si manusia sendiri.
Kemajuan zaman di era “sekularisasi” atau “sekularisme” ini salah satu penyebab terjadinya krisis ekologis. Dampak dari kemajuan teknologi dan meningkatnya kebutuhan material manusia juga salah satu faktor pendorong untuk mengeksploitasi alam dan isinya. Manusia seringkali tidak memikirkan dampaknya ketika melakukan eksploitasi terhadap ciptaan. Dengan demikian, diperlukan pendekatan yang lebih positif yang menyoroti perbedaan-perbedaan itu dalam pemikiran Kristen ialah yang memberi nilai pada semua ciptaan. Selanjutnya, dorongan pemberian nilai tersebut akan mengarahkan kita pada penghargaan yang besar terhadap seluruh ciptaan, termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan di dalamnya.
Hal ini kan menolong menjawab kecenderungan memperlakukan alam sebagai sumber-sumber material yang semata-mata diperuntukkan bagi kemajuan manusia. Salah satu contoh lembaran tradisional dalam pemikiran Kristen yang dapat ditemukan kembali adalah gagasan tentang rahmat Allah untuk mencintai dan memelihara seluruh ciptaan. [12]. Jadi, tidak semata-mata untuk di eksploitasi namun untuk menjaga dan melestarikan keutuhan ciptaan yang selaras dan serasi demi sebuah kelangsungan hidup manusia itu sendiri di bumi ini.

8. Perbaikan Kerusakan Hutan dan Ekologi secara Global
Salah satu hal yang menarik dari kesadaran ekologis mencakup kepekaan yang lebih besar terhadap keadilan dalam masyarakat manusia dan cara penerapannya pada ekologi manusia dan ekologi nir-manusia sebagai wilayah yang khusus. Banyak penekanan-penekanan terhadap lingkungan berdampak global. Alasan historis atas penekanan ini dikaitkan dengan perluasan Eropa walaupun konteks modern dirumitkan oleh ketidak stabilan militer dan politik di Dunia ketiga dan di Eropa Timur. Walaupun demikian, pembedaan-pembedaan ini tidak menolong karena keanekaragaman gaya hidup baik di negara-negara utara yang makmur dan negara-negara yang lebih miskin di selatan.
Langkah praktis kearah resolusi isu ini menuntut pengorbanan sungguh-sungguh atas nama negara-negara dan masyarakat yang lebih kaya. Gagasan pembangunan digunakan dengan menyangkutpautkan impor tegnologi dan kebudayaan barat. Sekarang ini pemberi bantuan berkeinginan untuk mengembalikan tanah dan kekuasaan kepada mereka yang disisihkan oleh pertanian komersial. Sementara istilah pembangunan berkelanjutan telah menjadi slogan dalam tahun-tahun terakhir ini, khususnya sejak Konferensi Rio, gagasan dasar pembangunan berkelanjutan terlalu samar-samar untuk menjabarkan prinsip-prinsip dasar ekologis.
Berkelanjutan sendiri hanyalah menetapkan bahwa sumber-sumber daya alam yang digunakan harus dalam batas-batas persediaanya guna mendukung generasi yang akan datang. Kalau demikian, secara teoritis, mendorong suatu perluasan buatan dalam satu wilayah dengan mengorbankan wilayah lainnya. Dengan kata lain, kita perlu menambahkan prinsip-prinsip keadilan global dan tanggung jawab ekologis terhadap pembangunan berkelanjutan. Salah satu contoh mengenai gagasan pembangunan berkelanjutan, yang berupa penghematan secara ekologis, adalah mengganti tanaman-tanaman mewah yang khusus di jual di pasar-pasar Eropa dengan tanaman yang menjadi makanan pokok, misalnya jagung, padi-padian, dan sebagainya.
Contoh lain yang dekat kelingkungan adalah gagasan tentang hutan-hutan masyarakat yang pertama kali diluncurkan oleh komisi kehutanan tahun 1989. Ada 12 rencana pembangunan di Inggris yang ditata untuk menciptakan hutan yang memiliki bermacam-macam tujuan didaerah pinggiran kota-kota besar di Inggris dan Walles. Peranan hutan masyarakat mencakup produksi kayu, untuk bersantai dan rekreasi. Gagasan ini terutama untuk mengubah tanah gundul menjadi “hidup kembali” di sini “hutan” berisikan suatu jaringan dari lahan pepohonan dalam suatu masyarakat yang berhubungan dengan lahan pertanian, tanah bersemak-semak, dan keistimewaan lainnya seperti padang rumput dan danau. Menurut rencana Depertemen Middlesbrought Borough Countil, Hutan Masyarakat Cleveland “dijadikan pusat pelestarian sebagai bagian dari masyarakat berkelanjutan”. Tekanannya adalah untuk meningkatkan hutan dalam wilayah tersebut dari 6-7% di tahun 1992 menjadi 30% di tahun 2030.
Hutan menyediakan regenerasi hutan lindung yang terkait dengan keuntungan, misalnya tersedianya lingkungan baru bagi binatang liar dan membantu meredam efek rumah kaca. Apakah secara ekologis hutan selalu merupakan cara pemanfaatan tanah yang lebih baik bila dibandingkan dengan “sabuk hijau” disekitar kota? Mereka yang akhir-akhir ini memiliki tanah kan menyetujui melakukan penganekaragaman dan menjadi perintis dalam perencanaan penanaman (pohon) kembali.
Prinsip alkitabiah mengenai keadilan bagi orang miskin dan tersisih adalah dasar untuk menyuarakan pembangunan lingkungan berkelanjutaan. Perjanjian Lama juga mengaitkan gagasan berkat Allah bagi rakyat dengan berkat atas tanah. Kalau kita memperlakukan tanah dengan memberi penghargaan melalui langkah praktis misalnya penataan skema tanah hutan yang dicocokkan dengan perputaran panen dan kesadaran akan besarnya resiko ekologis dalam penggunaan pestisida dan pupuk, kita dapat mengharapkan adanya berkat Allah dan pertumbuhan. Ada juga hubungan antara persoalan keadilan, perdamaian, dan lingkungan.
Tanggung jawab pembangunan berkelanjutan mencakup perspektif global mengenai akibat pengambilan-pengambilan keputusan politis yang khusus. Tantangan teknologi ialah menjadi lebih menyadari dampak ekologis atas penggunaannya. Bangsa-bangsa yang lebih kaya misalnya, ditutup kemungkinannya menggunakan industri peralatan canggih yang menghasilkan limbah beracun dan pencemaran. Biaya memperkenalkan lebih banyak teknologi untuk mengurangi pencemaran terlalu besar bagi negara-negara yang lebih miskin yang sedang bergumul untuk mengembangkan industrinya. Rasa keterasingan antara manusia dan penemuan-penemuan materialnya adalah bagian pengasingan yang lebih dalam antar manusia dan alam. Salah satu tugas ekologi dewasa ini adalah mengingatkan kita dengan bumi dan kebergantungan satu sama lain antara keberadaan material dengan kehidupan manusia. [13]
Pembangunan atau perbaikan hutan yang telah rusak sangat diperlukan saat ini. Baik di dunia international maupun di negara-negara masing-masing. Reboisasi lahan hutan yang telah gundul di Indonesia perlu dilakukan secara serentak. Melihat situasi yang sudah sangat mengkhawatirkan, pemerintah perlu melakukan sebuah gerakan Nasional peduli hutan. Hal ini tidak bisa di tunda-tunda lagi, sudah saatnya ada aktivitas yang mengurangi dampak Pemanasan Global. Dari sabang sampai merauke perlu penanaman hutan kembali, yang artinya memfungsikan ekosistem hutan. Untuk itu, harus ada cara untuk merangsang partisipasi masyarakat dengan jalan ada penghargaan yang sesuai bagi mereka yang berjasa melestarikan lingkungan hidup [14].
Dalam hal ini pemerintah RI tidak usah repot-repot terlalu mengharapkan bantuan dari negara asing seperti AS, Inggris, China, Rusia, Jepang atau Uni Eropa untuk menunggu “dana kompensasi” untuk membantu penyelamatan hutan Indonesia yang berfungsi menghisap “gas karbon” dari negara-negara maju tersebut [15]. Lakukan saja yang terbaik bagi bumi ini dengan tidak menunggu bangsa lain berbuat untuk menyelamatkan bumi. Negara kita bisa sebagai pelopor atau motivator untuk menggerakkan kampanye mengantisipasi pemanasan global atau perubahan iklim. Secara bersama kita bisa menyelamatkan iklim, secara bersama kita peduli hutan, secara bersama pula kita menghentikan bahan bakar fosil yang menghancurkan masa depan bumi kita. [16]
Mari kita lakukan yang terbaik bagi bumi kita yang memang hanya satu-satunya ini, pemerintah Australia saja rela memberikan uang sejumlah 10 juta Dolar AS sebagai dana hibah untuk kelestarian hutan Indonesia, demi mencegah penghancuran hutan Indonesia dan sebagai dana melatih polisi hutan Indonesia [17]. Meskipun dana itu terlihat kecil bila di banding kehancuran hutan Indonesia saat ini namun hal itu telah memicu pemerintah RI untuk lebih serius lagi dalam hal mereboisasi hutan di Indonesia. Hal ini terlihat dari Perhutani salah satu BUMN yang mau menghijaukan kembali 201.00 hektar hutan yang telah hancur di seluruh pulau Jawa sampai tahun 2010 [18]. Ini membuktikan keseriusan pemerintah RI dalam aksi “Sejuta Pohonnya” bukan hanya slogan saja. Karena itu adalah lebih bijaksana bagi seluruh umat manusia untuk berupaya mencegah ancaman kepunahan sedini mungkin.
Terutama kita di Indonesia yang memiliki hutan-hutan tropika yang mempunyai arti demikian penting dan langsung terhadap perkembangan iklim di kawasan Asia Tenggara perlu senantiasa, dan selalu siap dengan kebijaksanaan dan kebijakan yang tepat untuk melakukan pencegahan meningkatnya perusakan dan kehancuran hutan-hutan tropika kita. Di tingkat International, Indonesia juga perlu mengambil inisiatip lebih banyak dan memegang peran pemimpin yang kuat, dengan memberikan contoh konkrit, kita sendiri sanggup memelihara dan melestarikan hutan-hutan tropika kita. Hanya dengan berbuat demikian Indonesia akan dapat menduduki kedudukan moral yang kuat untuk mendesak agar negeri-negeri di dunia berbuat yang sama[19]

9.Tempat Manusia dalam Ciptaan
Apa hubungan antara Allah dengan ciptaan? Teologi tradisional menekankan gagasan Allah sebagai Tuhan penciptaan yang memerintah dunia hampir menyerupai seorang raja yang dermawan. Menurut pandangan ini, dunia di ciptakan dari ketiadaan melalui kegiatan perantaraan Illahi. Karena manusia diciptakan sebagai Gambar Allah, tugasnya menjadi tiruan Illahi. Kita tunduk kepada Raja alam raya dan memelihara bumi seperti layaknya penatalayanan ciptaan. Etika Kristen mengakarkan nilai seluruh ciptaan pada kasih Allah, sambil memperhatikan nilai khusus seluruh umat manusia yang di ciptakan sesuai Gambar Allah. Hal itu melawan ketidak adilan antar manusia dan memperkuat pengertian tentang realisme dalam pertanian dan teknologi praktis.
Jadi, etika kristen menuntut adanya pemahaman tanggung jawab untuk bertindak seiring sejalan dengan penerimaan mengenai tempat kita dalam ciptaan. Tugas manusia sebagai pemilik tanggung jawab untuk memelihara ciptaan lain seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan, dengan demikian maka pengekploitasian hutan selama ini di bumi dapat di kurangi atau di cegah agar pemanasan global atau perubahan iklim yang mengancam itu dapat diantisipasi[20].

10.Spritualitas Ekologis
Kehidupan jemaat mula-mula sama sekali tidak memiliki kesadaran tentang keberakarannya dalam tema-tema ciptaan. Perubahan pusat spiritual yang memperhatikan nilai ciptaan membantu perkembangan tindakan yang bertanggung jawab. Salah satu dasar spiritual Kristen yang penting terletak didalam penghargaan yang lebih dalam mengenai kehidupan Allah yang Tritunggal. Allah yang sepenuhnya menjelma didalam Kristus meneguhkan nilai materi dari ciptaan. Persekutuan yang dekat antara Bapa, Anak, dan Roh kudus menunjukkan bagaimana kita menjadi lebih dekat kepada Allah dengan saling berbagi melalui hubungan Tritunggal secara dinamis. Doa kita menjadi tercakup dalam doa abdi dari Allah.
Doa sebagai persekutuan dengan Allah terungkap melalui kehidupan liturgis gereja. Ketika kita mengingat nilai materi dari ciptaan, doa kita menjadi persekutuan dengan semua ciptaan yang hidup.

Doa menjadi kekuatan untuk terus bertahan ditengah konflik-konflik dan pertentangan-pertentangan dunia.
Doa berakar dalam kasih Allah dan ciptaan menjadi lebih nyata jika ia juga menjadi bagian dari iman gereja. Iman ini mempunyai dasar-dasarnya dalam kehidupan persekutuan-persekutuan Kristen pertama yang mencoba mengungkapkan iman mereka dengn ketaatan yang hidup kepada Roh Allah. Roh Kudus ini memberikan kepada mereka kekuatan untuk menentang mereka yang berada dalam struktur politis yang secara terbuka menghambat jalan orang Kristen. Kesediaan menantang ini adalah bagian dari arti meneruskan keberadaan Kristen yang asli. Untuk etika ekologis, hal ini berarti secara praktis, berdiri menentang tindakan politis yang mengabaikan isu-isu lingkungan. Sementara akibat-akibat praktis dari kesaksian serupa mungkin mengecewakan, seperti pada pertemuan Puncak Rio pada bulan juli 1992, masih ada nilai dalam gereja yang mempertahankan perannya selaku saksi terhadap prinsip-prinsip etika Kristen.
Kepekaan rohani secara ekologis juga termasuk wawasan-wawasan dari mereka yang disingkirkan dari pengambil keputusan, khususnya mereka yang telah dibiarkan tak berdaya karena alasan ras/atau gender. Saya berbicara disini tentang mereka yang termasuk masyarakat pinggiran. Mereka yang tidak berada dalam kedudukan yang berpengaruh secara khusus dalam gereja atau masyarakt masih dapat berupaya agar suara mereka didengar melalui saluran-saluran yang tepat. Akan tetapi, mereka yang termasuk kaum pinggiran dalam masyarakat demokratis atau mereka yang ditindas dalam masyarakat otokratis, “tidak memiliki suara” secara efektif. Dalam banyak kasus, perempuan diseluruh dunia telah mengalami diskriminasi dalam pengambilan keputusan. Kepekaan perempuan pada isu-isu hijau berarti bahwa spritualitas ekologis aktif dan berjalan baik dalam banyak kelompok perempuan.
Akan tetapi, tidak semua orang akan senang dengan bentuk khusus dari Spiritualitas Hijau yang menjadi tajam ketika dimunculkan dari pengalaman khusus perempuan. Beberapa tokoh feminis telah memasukkan semua mereka yang ditindas sebagai bagian dari kelompok yang ingin mereka suarakan.
Pendekatan menyeluruh yang bersungguh-sungguh berusaha kearah pencarian keterkaitan satu sama lain berupaya mempertemukan orang-orang didalam dialog yang bertolak dari titik berangkat dan pra anggapan berbeda. Penghargaan timbal balik antara orang-orang yang berbeda menyatakan keinginan untuk mendengarkan dan kesediaan untuk berharap bahwa pertentangan-pertentangan tersebut akan diakhiri.
Pengharapan untuk masa depan didorong oleh Spiritualitas Ekologis yang berakar dalam konsep Alkitabiah tentang syalom atau hubungan yang benar mengenai keadilan dan kedamaian. Realitas jaringan ekologis yang gampang pecah seharusnya mengingatkan kita bahwa syalom ini bukanlah sesuatu yang mungkin dicapai, melainkan suatu situasi ketika kita berada dalam persekutuan dengan Allah, dengan manusia lain, dan dengan alam. Harapan akan masa depan yang realistis sepenuhnya mengingatkan akan tanggungjawab manusia yang disadarkan oleh krisis ekologis. Pengharapan bahwa bagaimanapun juga Allah akan memperbaiki kerusakan-kerusakan apapun yang kita perbuat terhadap bumi mudah dicapai, sebab hal itu menolak mengakui kebebasan dan tanggungjawab manusia.
Sebagai wakil yang bebas, kita bebas untuk memutuskan apakah kita berbuat dengan cara yang selaras dengan bumi. Tekanan konsumerisme dan materialisme mungkin menghalang-halangi keinginan menjadi lebih ekologis dalam gaya hidup kita[21]. Bagi gereja, untuk menjadi benar bagi dirinya sendiri, ia perlu melawan tekanan demikian dan mendorong anggota-anggotanya menjadi lebih sejati dalam meneruskan pikirannya melalui tindakan. Itu merupakan tanggungjawab agar dirasakan dalam tingkat-tingkat keberadaan seseorang secara individu, setempat dan politis. Demikian tugas saling berbagi tanggungjawab tersebut dengan anggota-anggota gereja-gereja Kristen lainnya untuk menjaga dan melestarikan keutuhan ciptaan dalam hal ini bumi dan segala isinya. Karena sekali lagi bumi dan segala isinya adalah ciptaan Tuhan yang harus di jaga dan di lestarikan dari kehancuran.

11.PENUTUP
Bumi dan segala isinya di ciptakan oleh Tuhan dengan maksud dan tujuan yang baik, ini bisa kita lihat dan baca di Alkitab yakni di Kejadian 1 dan 2. Pada proses perjalanannya, ketika manusia di beri tugas dan tanggung jawab oleh Tuhan untuk menguasai dalam arti mengusahakan dan melestarikanya. Ternyata, setelah manusia jatuh dalam dosa, maka sifat “keberdosaan manusia” dan keserakahannya telah menguasia dirinya. Berawal dari “kekerasan” yang telah berlangsung seumur hidup manusia itu sendiri akhirnya ikut berpartisipasi untuk menghancurkan Bumi dan segala isinya. Dengan mengatas namakan “demi sesuap nasi” akhirnya kekerasan terhadap ciptaan lain itu pun berlangsung, sasaran empuknya hewan, tumbuh-tumbuhan dan manusia. Babak penghancuran baru dimulai. Manusia dalam kurun waktu yang sangat panjang kemudian menghancurkan hutan-hutan yang sebenarnya adalah untuk menjaga ekosistem alam akhirnya luluh lantak. Tahun demi tahun Bumi semakin panas akibat Penghancuran Hutan yang seolah tanpa akhir, bencana-demi bencana datang silih berganti. Bencana yang di ciptakan oleh manusia itu sendiri.
Pemanasan Global atau Global Warming datang tanpa di undang. Binatang apa pula ini yang menjadi sebuah ancaman bagi kelangsungan kehidupan kita di muka bumi yang kita cintai ini. Apa yang masih bisa saya lakukan? Sebuah pertanyaan datang di tengah ketakutan yang luar biasa. Mari kita serukan kepada seluruh manusia yang ada di bumi untuk menjadi pelestari bagi bumi yang memang satu-satunya ini, jadilah pahlawan-pahlawan kemanusiaan di dalam kehidupan sehari-hari. Pahlawan peduli hutan dan lingkungan hidup. Seperti yang dilakukan oleh sesama kita, di sana, di sebuah gedung di Bali ada 190 negara yang sedang bergumul memikirkan nasib Bumi ini?. Bagaimana dengan anda? Cukupkah hanya pasrah dan diam tanpa melakukan sesuatu bagi bumi kita?
Kalau kita tidak mampu membersihkan sampah seberat 1 ton, marilah kita membuang sampah pada tempatnya bukan di sembarang tempat. Kalau kita tidak mampu mereboisasi hutan jutaan hektar, marilah kita menanam 1 atau 2 batang pohon di halaman rumah masing-masing. Dan yang terpenting segeralah menghemat Energi dan berantas Pencemaran Udara.
Bila seluruh isi planet ini melakukan hal yang sama, maka ada secercah harapan untuk kelangsungan hidup di bumi yang kini diambang kehancuran oleh bencana pemanasan global. Keinginan untuk menjaga dan melestarikan bumi bukan karena ada imbalan apa-apa. Kiranya muncul dari kesadaran akan betapa pentingnya mempedulikan bumi dan bukan karena ada tawaran 227 miliar rupiah bagi setiap orang siapapun yang bisa menyelamatkan bumi dari gas karbon dioksida dengan memindahkan 1 ton gas tersebut keluar dari atmosfir.
Bukan berarti dengan tawaran itu membuat kita mau menyelamatkan Bumi dari kehancuran. Tanpa hadiah itupun, dimanapun anda berada, apapun yang yang sedang anda lakukan, anda semua bisa melakukan sesuatu bagi Bumi ini, dengan menolong lingkungan di sekeliling anda tetap bersih dan lestari. Kini kita semua bisa mengambil tanggungjawab untuk Planet yang kita cintai ini.
Segera Kampanyekan bersama!!! Sebelum terlambat!!!!!!!!!

Tuhan Yesus Memberkati!! AMEN

Sebagai penutup tulisan ini saya mengutip dari dari
Injil Markus 16 ayat 15 :
Pergilah keseluruh Dunia
Beritakanlah Injil kepada seluruh Mahkluk.


KEPUSTAKAAN

Drummond, Deane Celia, Teologi dan Ekologi, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2006
Greenberg Russel dan Gradwohl Judith, Menyelamatkan Hutan Tropika, Yayasan Obor Indonesia, 1991
Khim Yang, Liem, Dr, Kebenaran Allah Lawan Kebenaran Sendiri, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2002
Leenhouwers, P Manusia Dalam Lingkungannya: Refleksi Filsafat Tentang Manusia, Gramedia, Jakarta, 1988
Lefebure, D, Leo, Penyataan Allah Agama Dan Kekerasan, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2007
Lubis, Mohctar, Melestarikan Hutan Tropika Permasalahan, Manfaat dan Kebijakannya, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992
Pratney Winkie, Memulihkan Negeri, Andi, Yogyakarta, 2003
Susanta Gatut Dkk, Akankah Indonesia Tenggelam Akibat Pemanasan Global, Penebar Plus, Jakarta, 2008
Majalah Tempo, Edisi 16 September 2007
Makalah, Susilo dan Riris Johanan Siagian 2007, Kekerasan, Johan Galtung.
Bahan dari Internet :WWW. KOMPAS.Com



Penulis
Pdt Masada Sinukaban
Mahasiswa Pasca Sarjana Pastoral Dan Masyarakat UKSW Salatiga Jawa Tengah
Pemerhati Sosial dan Peduli Lingkungan HidupKESAKTIAN PEDULI GENERASI INDONESIA
[1] Tempo, 16 September 2007, hal 23
[2] Kompas, 25 September 2007
[3] Kompas, 12 Februari 2007
[4] Leo D. LEFEBURE: Pernyataan Allah, Agama Dan Kekerasan, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2003
[5] Frans Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, 1991, Hal 203 dalam Susilo dan Riris Johana Siagian Segitiga Kekerasan, Johan Galtung, Presentasi Kelompok, di UKSW Salatiga, September 2007
[6] Tempo, 16 September 2007, hal 27-30
[7] Tempo, 16 September 2007, hal 34
[8] Mochtar Lubis, Melestarikan Hutan Tropika: Permasalahan dan Kebijakannya, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992
[9] Kompas, 24 September 2007
[10] Mochtar Lubis, Melestarikan Hutan Tropika : Permasalahan, Manfaat dan Kebijakannya, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1992, hal 74
[11] Ibid, hal 14-15
[12] Celia Deane dan Drummond, Teologi dan Ekologi, BPK Gunung Mulia, jakarta 2006, hal 18-22
[13] Celia Deane dan Drummond, Teologi dan Ekologi, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2006, hal 149-151
[14] Kompas, Sabtu, 25 Mei 2005
[15] Kompas, Selasa, 25 September 2005
[16] Kompas, 5 Desember 2005
[17] Kompas, 27 Juli 2007
[18] Kompas, 25 September 2007
[19] Mochtar Lubis, Melestarikan Hutan Tropika, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 1992
[20] Celia Deane dan Drummond, Teologi dan Ekologi, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2006, hal 153-155
[21] Ibid, hal 160-163